Ironi 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Ironi 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Catatan.co – Ironi 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia. Memperingati HUT RI ke-80, sebagian besar rakyat Indonesia menyambut dengan antusias. Berbagai macam perlombaan dibuat untuk menyemarakkan hari yang bersejarah ini. Dengan bergotong royong dan mengumpulkan dana dari sumbangan masyarakat dilakukan suka rela sebagai wujud cinta tanah air. Selain berbagai perlombaan khas 17 Agustus ada pula acara karnaval, arak-arakan, dan pentas seni yang diikuti berbagai kalangan masyarakat.

Namun, perayaan HUT Kemerdekaan RI sejatinya diliputi ironi. Ada banyak persoalan di berbagai bidang kehidupan yang selama ini belum terselesaikan. Salah satunya di bidang ekonomi. Kehidupan masyarakat kian terpuruk akibat banyaknya korban PHK di berbagai sektor seperti industri tekstil, teknologi, dan lain sebagainya.

Sebagaimana Presiden Konferensi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, terjadinya pengurangan tenaga kerja secara signifikan selama periode Agustus 2024 hingga Februari 2025. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 939.038 pekerja yang terkena PHK di 14 sektor usaha berdasarkan klasifikasi KBLI.

(https://www.metrotvnews.com/read/NxGCGB47-hampir-1-juta-pekerja-indonesia-terkena-phk-industri-tekstil-paling-banyak)

Rakyat Miskin Terus Bertambah

Di saat penghasilan masyarakat kian menurun bahkan stagnan, sedangkan pengeluaran makin besar mengakibatkan kemiskinan tak terelakkan. Yang mana kita ketahui, harga-harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, kesehatan, BBM, listrik, air, dan berbagai pungutan pajak terus melambung, sehingga rakyat kian tercekik. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sangat sulit, akibatnya banyak masyarakat yang terpaksa menggunakan tabungannya. Kondisi ini membuat rakyat miskin terus bertambah.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menyebutkan adanya penurunan simpanan nasabah perorangan di perbankan pada triwulan 1-2025. Secara tahunan simpanan individu turun sebesar 1,09%.

Hal ini mengindikasikan banyak masyarakat yang mulai menggunakan tabungannya untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Dalam riset Indonesia Economic Outlook Q3-2025, LPEM UI menyebutkan pada umumnya dana yang ditarik masyarakat digunakan untuk kebutuhan pokok seperti makanan, listrik, air, dan transportasi.

(https://www.cnbcindonesia.com/news/20250808101034-4-656294/fenomena-warga-makan-tabungan-masih-eksis-di-ri-ini-buktinya)

Sungguh ironi, 80 tahun Indonesia merdeka, tetapi rakyatnya masih terjajah secara ekonomi. Bahkan, rakyat miskin terus bertambah karena berbagai kebijakan negara yang terus memberatkan rakyat. Indonesia negeri yang kaya akan sumber daya alam, tetapi rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Selain berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan dasar, setiap warga diperas berbagai macam pungutan pajak seperti, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah), dan lain sebagainya.

Kapitalisme Sekularisme Sumber Kerusakan

Selain persoalan ekonomi, persoalan lain yang juga terjadi adalah pembajakan potensi generasi untuk mengukuhkan kapitalisme sekularisme. Sistem ini telah menanamkan pemikiran rusak seperti, deradikalisasi, Islam moderat, dialog antarumat dan lain-lain. Hal ini menjadikan umat jauh dari pemikiran Islam, dan tidak memahami agamanya. Umat terbelenggu ketika ingin menjalankan syariat Islam secara kafah. Bahkan, dianggap radikal dan intoleran ketika menjalankan Islam kafah.

Meskipun Indonesia merdeka dari penjajahan fisik, tetapi esensinya Indonesia belum merdeka secara hakiki, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja rakyat masih kesulitan. Kemerdekaan harusnya tampak pada kesejahteraan rakyat dan ketika umat Islam dapat berpikir sesuai Islam serta dapat menjalankan syariat Islam secara kafah.

Baca Juga: Kapitalisme Gagal Sediakan Lapangan Kerja

Namun, hal ini sulit terwujud karena negara menerapkan sistem kapitalisme sekularisme. Sistem kapitalisme sekularisme sejatinya sumber kerusakan, sebab sistem ini tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat. Melainkan, hanya berpihak kepada kepentingan kapitalis dan oligarki. Alhasil, kapitalis dan oligarki makin kaya sedangkan rakyat makin miskin.

Pasalnya kekayaan alam yang seharusnya dikelola negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, justru diberikan kepada pihak swasta maupun asing. Hasilnya pun tidak dimanfaatkan untuk kepentingan umum, tetapi untuk kepentingan kapitalis dan oligarki. Ironi sekali, karena tidak sesuai dengan apa yang termaktub dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Penerapan Islam Kafah Solusi Hakiki

Penerapan Islam secara kafah adalah solusi hakiki atas kondisi ini, karena sistem Islam mampu menyejahterakan rakyat. Dalam sistem pemerintahan Islam, Khalifah sebagai pemimpin negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan. Khalifah akan terus mendorong para pengusaha untuk membuka usaha yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang atau oligarki. Hal ini didasarkan pada larangan Allah Swt. dalam surah Al-Hasyr ayat 7 yang artinya, “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian…

Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu menciptakan keadilan dalam distribusi kekayaan. Dengan cara melarang sistem riba dan eksploitasi ekonomi. Mengatur kepemilikan (individu, negara, dan umum) agar kekayaan tidak menumpuk pada segelintir orang. Misalnya, penguasaan lahan-lahan tambang (minyak, gas, mineral, batu bara, emas, perak, nikel, dan lain-lain) yang menguasai hidup orang banyak oleh individu baik swasta apalagi asing akan dilarang keras oleh negara. Sebab, sumber daya alam tersebut adalah milik umum dan haram diprivatisasi.

Sistem Islam mampu menjadikan negara sebagai negara industri dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Berbagai lapangan kerja akan terbuka lebar, sehingga tidak ada rakyat yang menganggur, dan kebutuhan pokok seluruh rakyatnya terjamin. Melalui baitulmal, negara mengelola pemasukan zakat, jizyah, kharaj, fai, ganimah, dan pendapatan dari kepemilikan umum. Bantuan langsung kepada fakir miskin diberikan negara ketika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Pajak pun akan ditiadakan.

Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam bukan sekadar penguasa. Akan tetapi, pelayan umat yang wajib menjamin kesejahteraan mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sistem pemerintahan Islam juga akan menjaga pemikiran umat agar tetap selaras dengan syariat Islam dan hidup dalam ketaatan kepada Allah Swt. Oleh karena itu, kemerdekaan hakiki hanya terwujud ketika Islam diterapkan secara kafah. Di mana kesejahteraan rakyat terpenuhi dan pemikiran umat terjaga sehingga selaras dengan syariat Islam. (https://muslimahnews.net/2025/08/16/38164/)

Khatimah

Untuk meraih kemerdekaan hakiki, butuh aktivitas perubahan hakiki yaitu mengganti sistem kapitalisme menjadi sistem Islam. Perubahan ini hanya dapat terwujud ketika umat menyadari dan memahami bahwa akar permasalahan yang terjadi selama ini adalah penerapan sistem kapitalisme. Terbukti sistem ini telah gagal menyejahterakan dan tidak berpihak kepada rakyat, karena hanya menghasilkan kesejahteraan bagi kapitalis dan oligarki saja. Wallahu’alam Bissawab. []

Penulis: Sri Haryati

(Aktivis Muslimah)