Koruptor Muda Lahir, Islam Menyolusi Hingga Akhir

Koruptor Muda Lahir, Islam Menyolusi Hingga Akhir

Catatan.coKoruptor Muda Lahir, Islam Menyolusi Hingga Akhir. Pada 2002, KPK dibentuk melalui UU No. 20 Tahun 2002 yang ditandatangani Presiden Megawati. Sejak itu, KPK telah menangkap ratusan pejabat korup dan menyelamatkan triliunan rupiah uang negara. Dihimpun dari berbagai sumber beberapa tersangka bahkan termasuk 7 orang yang ditetapkan masih berusia belia.

Koruptor Muda

Kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Januari 2022 menyisakan ironi mendalam. Pasalnya, publik dikejutkan dengan penangkapan Nur Afifah Balqis alias Bilqis, wanita muda berusia 24 tahun asal Kalimantan Timur. Di usianya yang terbilang belia, Bilqis telah menjabat sebagai bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan jabatan strategis yang ia emban ketika masih berstatus sebagai mahasiswi hukum.

Namun, bukan menjadi contoh bagi generasi muda dalam politik yang bersih dan berintegritas, Bilqis malah terjebak dalam masalah korupsi. Ia sedang diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap yang berkaitan dengan pengadaan produk dan jasa serta pengeluaran izin di kawasan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Yang lebih mengejutkan, uang suap sebesar Rp447 juta ternyata disimpan dalam rekening pribadinya. Dari operasi penangkapan itu, KPK berhasil mendapatkan uang sejumlah Rp5,7 miliar.

Nur Afifah Balqis harus bertanggung jawab atas tindakannya dengan sanksi penjara selama 4 tahun 6 bulan. Kasus ini juga melibatkan Abdul Gafur Mas’ud, Bupati PPU pada waktu itu, hal ini menegaskan bahwa koruptor tidak mengenal usia atau jabatan.

https://www.prokal.co/kalimantan-timur/1776305064/inilah-7-koruptor-termuda-di-indonesia-salah-satunya-dari-kaltim

Cermin Buram

Fenomena ini mengundang keprihatinan. Bagaimana mungkin generasi muda yang seharusnya menjadi harapan perubahan, justru terjerat praktik busuk yang merusak sendi negara? Pendidikan tinggi, posisi strategis, dan usia produktif ternyata tidak menjamin seseorang kebal dari godaan kekuasaan dan uang, dengan predikat sebagai koruptor.

Kasus Bilqis adalah cermin buram dunia politik kita. Ia menyiratkan bahwa regenerasi politik tak cukup hanya dengan melibatkan anak muda, tapi harus diiringi dengan pembinaan nilai, integritas, dan keteladanan. Jika tidak, kita hanya akan mengganti orang yang terlibat, bukan memperbaiki sistem rusak yang ada.

Korupsi di negeri ini bukan lagi sekadar masalah, tetapi telah menjelma menjadi budaya. Ironisnya, ia bukan hanya terjadi di kalangan pejabat tinggi, tetapi juga merambah hingga ke tingkat paling bawah, bahkan menyentuh usia muda. Tak jarang korupsi menjadi “prestasi” yang menasional bahkan mendunia. Lihat saja bagaimana kasus demi kasus terus terbongkar, dari kepala desa, anggota DPR, menteri, hingga presiden. Fenomena ini bukan sekadar penyakit moral individu, melainkan cerminan dari sebuah penerapan sistem yang cacat secara sistemik.

Akar Masalah

Korupsi yang menjalar ini tidak terjadi di ruang hampa. Ia tumbuh subur dalam sistem sekuler kapitalisme. Sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dari politik dan pendidikan. Sistem ini menjadikan standar benar-salah, baik-buruk, semata berdasarkan manfaat. Bukan untuk meraih rida Allah. Maka, wajar jika kemudian orang menghalalkan segala cara demi memperoleh keuntungan pribadi atau kelompoknya. (http://muslimahnews.net)

Dalam sistem ini, pendidikan tidak diarahkan untuk mencetak manusia bertakwa, melainkan manusia yang kompetitif secara duniawi, meski harus curang. Nilai kejujuran tak lebih dari sekadar teori. Integritas menjadi jargon, bukan karakter. Akibatnya, lahirlah generasi yang cerdas namun culas, pandai namun tamak. Inilah akar persoalan sebenarnya yang tak banyak disoroti.

Solusi Islam

Islam datang dengan sistem yang bukan hanya memperbaiki individu, tetapi juga membangun masyarakat dan negara yang bersih dari korupsi. Solusinya bersifat menyeluruh dan terintegrasi dalam tiga pilar utama:

1. Pendidikan berasaskan akidah Islam. Islam memulai perubahan dari individu. Pendidikan Islam membentuk manusia bertakwa dan iman yang kokoh yang senantiasa terikat hukum syarak. Sehingga Ia sadar bahwa setiap amalnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.

Allah Swt. berfirman:

Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)

Dalam sistem Islam, pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk kepribadian Islam (syakhsiyah islamiyah), sehingga ketika individu menduduki jabatan publik, ia akan bersikap amanah, adil, dan takut berbuat curang.

2. Kontrol sosial masyarakat. Masyarakat turut mengambil peran menjaga lingkungan dan peduli sekitar. Setiap individu bertanggung jawab untuk beramar makruf nahi mungkar. Korupsi bukan hanya urusan aparat, tapi juga menjadi keprihatinan dan kontrol bersama.

Sebagaimana Firman-Nya yang berbunyi:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

3. Negara melaksanakan sistem sanksi tegas, transparansi, adil, pengawasan yang ketat, serta memberi efek jera. Termasuk memberi sanksi tegas bagi para pelaku korupsi/ koruptor dan memberantas hingga tuntas.

Khalifah Umar bin Khattab pernah memeriksa kekayaan para pejabatnya dan mencabut harta yang tidak wajar. Bahkan koruptor atau pejabat yang terbukti menyalahgunakan jabatan akan dihukum berat, disita hartanya, dan dipecat dari jabatannya.

Rasulullah saw. bersabda:

Siapa saja dari kalian yang kami angkat menjadi pejabat atas suatu pekerjaan, lalu ia menyembunyikan seutas jarum pun (dari hasil tugasnya), maka ia telah berkhianat, dan akan dibawa pada hari kiamat dengan barang itu.” (HR. Muslim)

Khatimah.

Kini saatnya kembali pada solusi Islam. Sebab korupsi yang menggurita ini bukan hanya karena lemahnya moral individu, tetapi karena rusaknya sistem kehidupan yang diterapkan. Sistem sekuler kapitalisme telah gagal mencetak manusia jujur dan negara yang bersih.

Kini adalah waktu bagi umat untuk kembali kepada sistem sahih yang bersumber dari wahyu, yaitu sistem Islam yang sudah terbukti menghasilkan pemimpin yang dapat dipercaya dan peradaban yang mulia selama lebih dari 14 abad.

Perubahan hakiki tidak akan datang dari tambal-sulam regulasi buatan manusia. Ia hanya akan terwujud dengan menerapkan Islam secara menyeluruh di setiap lini kehidupan.

Cukuplah ayat-ayat Allah di bawah ini sebagai peringatan,

Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Ma’idah: 50). Wallahu ‘alam []

Penulis. Mimy Muthmainnah

(Pegiat Literasi)