Catatan.co – Antara Pemutihan Pajak Kendaraan dan Pemulihan Ekonomi. Sejak subuh kantor Samsat Soreang Kabupaten Bandung dan kantor BPKB, sudah dipenuhi antrean masyarakat yang mengurus pajak atau balik nama kendaraannya. Tingginya animo masyarakat terhadap program pemutihan pajak, direspons positif oleh Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Jawa Barat, Jajang Rohana yang melakukan kunjungan kerja ke kantor PPPD Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang atau Samsat Soreang pada Rabu (9/4/2025). Kita tahu bahwa pajak kendaraan bermotor merupakan sumber utama PAD (pendapatan asli daerah).
Oleh karena itu, antusiasme warga Kabupaten Bandung dalam program pemutihan pajak, dinilai sebagai solusi bagi kedua belah pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Bagi masyarakat, sedikitnya meringankan beban. Bagi pemerintah, setidaknya menjadi suntikan dana bagi pemasukan kas daerah.
(https://jabar.tribunnews.com/2025/04/09/ketua-komisi-3-dprd-jabar-animo-warga-kabupaten-bandung-pada-pemutihan-pajak-kendaraan-luar-biasa)
Pemutihan Pajak di Tengah Kelesuan Ekonomi
Dalam kunjungannya, Jajang meninjau langsung pelaksanaan program pemutihan tunggakan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dari tanggal 20 Maret-30 Juni 2025. Kebijakan pemutihan pajak, yang diinstruksikan Gubernur (Dedi Mulyadi) serentak dilakukan di seluruh wilayah Jabar, termasuk oleh PPPD di Soreang (Tribun Jabar, Rabu 9/4/2025).
Fakta saat ini, pajak merupakan andalan sumber pendapatan kas negara dan daerah. Hampir 70% struktur APBN kita berasal dari pajak. Pemasukan daerah memang ada dari pos nonpajak seperti sumber daya alam, sektor pariwisata, retribusi, denda, DAU dan transfer pusat. Namun, pajak tetap memberi kontribusi signifikan bagi pemasukan daerah.
Di sisi lain, kondisi ekonomi global hingga lokal sampai ke daerah tengah mengalami kelesuan. Indikatornya dapat dilihat dari menurunnya daya beli masyarakat. Kemudian terpuruknya dunia usaha baik di level mikro kecil hingga menengah bahkan atas.
Lesunya perekonomian juga berdampak pada memburuknya situasi sosial, terutama ketahanan keluarga. Banyak keluarga bercerai, terjerat pinjol, judol, dan bank emok. Rakyat banyak terjebak rentenir. Angka putus sekolah dan kriminalitas meningkat. Kebijakan efisiensi anggaran berdampak terhadap dihentikannya banyak proyek, sehingga menambah angka pengangguran.
Ditambah lagi, jatuhnya rupiah hingga imbas perang dagang lewat kebijakan tarif makin menambah terpuruknya ekonomi rakyat. Jelaslah, pungutan apa pun yang diberlakukan negara atas rakyatnya saat ekonomi rakyat yang sedang lesu dan terpuruk justru merupakan kebijakan yang sama sekali tidak bijak.
Pajak, Instrumen Zalim
Para penggagas kapitalisme klasik seperti Adam Smith atau David Ricardo, memang menyatakan pajak yang berkeadilan. Namun, tetap saja pajak menjadi instrumen penting dalam sistem kapitalisme. Teori memang berkata demikian, tetapi ketika hukum diserahkan pada buatan manusia, walhasil hawa nafsulah yang bermain ditambah dengan keterbatasan akal manusia.
Pajak dari penguasa terhadap rakyatnya lahir sejak peradaban kuno. Dalam praktiknya pajak dari sejak zaman kuno hingga zaman modern memberatkan. Bahkan, menjadi alat memeras dan memalak rakyat. Pajak yang tinggi justru menjadi indikator kehancuran sebuah negara.
Sungguh miris! Hari ini kita banyak menyaksikan pajak masuk kas negara sebagai uang rakyat. Kemudian dikorupsi oleh pejabat dan aparatur negara. Sangat keterlaluan dan zalim!
Pemutihan Pajak Tetap Memberatkan
Seperti fakta pemutihan saat ini. Rakyat tak punya pilihan. Sebab kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan urgen untuk mobilitas sehari-hari. Daripada khawatir terkena tilang, dan “kucing-kucingan” dengan aparat polantas, akhirnya masyarakat mengejar pemutihan pajak di saat pemulihan ekonomi terseok-seok. Masyarakat memilih memastikan nasib keamanan kendaraan mereka. Hingga membludaklah para penunggak pajak kendaraan bermotor.
Sebenarnya, upaya pemda ini cukup efektif dalam mengamankan kas daerah sekaligus menarik keluar para penunggak pajak. Namun faktanya, bagi sebagian besar masyarakat kecil pemutihan pajak tetaplah memberatkan. Sebagaimana yang diungkap salah seorang warga di lokasi Samsat Soreang yang sedang mengurus pemutihan pajak, ia terpaksa meminjam uang untuk biaya pemutihan karena sudah menunggak selama tiga tahun pajak kendaraan karena ketiadaan biaya.
Islam Solusi Tuntas
Islam memiliki kebijakan fiskal atau kebijakan tata kelola anggaran yang khas dan berbeda dengan kebijakan fiskal dalam sistem kapitalisme demokrasi. APBN negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kafah) adalah baitulmal. Baitulmal adalah tempat untuk mengelola keuangan/anggaran negara.
Harta dalam Islam hakikatnya adalah milik Allah. Manusia hanya dititipi dan diamanahi oleh Allah untuk mengelolanya. Islam pun mengatur sebelum harta dikelola dan dimanfaatkan harus jelas kepemilikannya.
Maka, Islam membagi kepemilikan menjadi tiga yaitu kepemilikan umum, negara dan individu.
Harta milik umum seperti barang tambang, sumber daya alam adalah milih seluruh rakyat, tidak boleh dimiliki swasta atau kelompok apalagi asing, seperti yang terjadi saat ini. Sumber daya alam Indonesia yang kaya dan melimpah harus dikelola negara sebagai pos utama pemasukan kas APBN bagi kesejahteraan seluruh rakyat, bukan malah diserahkan pada swasta kapitalis.
Akhirnya, ketimpangan kaya dan miskin kian melebar. Rakyat autopilot berjibaku membiayai kesehatan dan pendidikan sendiri. Mencari rumah dan pangan layak sendiri, padahal itu semua tidaklah mudah.
Sementara negara justru berlepas tangan. Rakyat berusaha sendiri lalu negara meminta pajaknya. Negara tidak membuka lapangan kerja, tetapi saat rakyat bekerja mereka diminta pajaknya.
Dalam Islam pajak disebut dharibah yang faktanya berbeda. Dharibah bersifat personal hanya dipungut dari yang kaya saja, sesuai kebutuhan, bersifat temporal atau sementara, ketika kas baitulmal kosong. Inilah komitmen seorang pemimpin/khalifah yang melindungi (raa’in) mewujudkan kesejahteraan seluruh individu rakyat.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Penulis. Rengganis Santika A, STP
Aktivis Dakwah Muslimah