Emas dalam Pandangan Islam

Emas Dalam Pandangan Islam

Catatan.co – Tahun 2025 ini, dunia diramaikan dengan realitas kenaikan emas yang terus mencetak rekor sepanjang sejarahnya. Pada bulan April 2025, harga emas dunia tembus pada harga US$3.200 per ons, atau bila disesuaikan dengan harga dalam negeri tembus sekitar Rp1.955.000 hingga 2 jutaan.

Emas Antam mengalami lonjakan ke angka Rp2.004.000 per gram dari semula Rp1.955.000. Emas Galeri 24 melonjak Rp48.000 dari semula Rp1.894.000 menjadi Rp1.942.000 per gram. Sementara untuk emas buatan UBS melesat Rp38.000 dari semula Rp1.927.000 ke angka Rp1.965.000 per gram. (https://katadata.co.id/finansial/korporasi/680873979b679/harga-emas-cetak-rekor-tertinggi-tembus-rp-2-juta-per-gram-di-pegadaian)

Rupanya, kenaikannya saat ini akibat kebijakan Trump (Presiden Amerika) yang mengumumkan kenaikan tarif impor ke Amerika. Tentu hal ini memicu permintaan terhadap emas, sehingga harganya mengalami kenaikan. Bahkan, dikabarkan viral masyarakat berburu lempengan kuning itu.

Emas sendiri kembali menunjukkan keunggulannya yakni sebagai pelindung aset yang memiliki nilai tinggi dan berharga. Banyak yang memprediksi bahwa adanya kenaikan emas menandakan perekonomian dunia tidak baik-baik saja. Terutama dalam pengelolaan sistem ekonomi kapitalisme.

Dalam Cengkraman Kapitalisme

Sistem ekonomi kapitalisme berasaskan kepada sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Begitupun dalam hal ekonomi, kapitalisme memandang ekonomi dari sisi ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek-aspek lainnya.

Naik turunnya harga emas dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah keniscayaan. Pasalnya, hal tersebut dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran yang ada, kebijakan moneter yang dibuat oleh Bank Sentral Amerika atau The Fed dalam menentukan suku bunga, terjadinya inflasi yang permanen, dan nilai tukar dolar Amerika pun turut memengaruhi harga emas di dunia.

Selain dari itu, kapitalisme memandang bahwa emas hanyalah barang komoditas yang dapat diperjualbelikan sebagaimana barang dan jasa lainnya. Padahal, sejak ditemukannya uang hingga Perang Dunia ke I, keseluruhan dunia telah mempraktikkan sistem mata uang emas. Kemudian mereka mengganti sistem uang emas menjadi uang kertas.

Mata uang kertas adalah uang kertas yang secara legal diakui pemerintah melalui dekrit sebagai uang resmi, tetapi tidak ditopang oleh logam mulia seperti emas dan perak. Sehingga nilai intrinsik dan ekstrinsiknya berbeda.

Mata uang kertas sama sekali tidak memiliki jaminan emas ataupun perak. Kekuatannya hanya disandarkan kepada kepercayaan masyarakat yang disangga oleh UU.

Secara intrinsik, uang ini harusnya tidak memiliki nilai sama sekali, karena nilainya hanya dipaksakan mengikuti aturan baku UU yang memaksanya menjadi alat tukar. Selain dari itu, karena ini hanya soal keyakinan dan tidak ada yang mendukungnya, pemerintah dan bank sentral dapat dengan mudah memanipulasi mata uang fiat. Seperti dengan cara mengubah suku bunga dan mencetak lebih banyak uang. Pemerintah atau pelaku jahat memanipulasi uang fiat bergantung beberapa faktor seperti iklim politik dan ekonomi suatu negara, tingkat transparansi lembaga keuangannya, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah atau bank sentral.

Jelas sekali, bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah mencerabut fungsi hakiki daripada emas, yakni sebagai standar mata uang. Lebih parah lagi, para imperialis membuat tipu daya melalui penjajahan ekonomi dan moneter yakni mereka menggunakan uang sebagai salah satu sarana penjajahan. Negeri-negeri miskin dan berkembang diberikan utang dengan standar mata uang dollar, yang kemudian menjerat penguasa negara berkembang untuk membayar utang dan bunganya dengan berbagai aset yang berharga seperti privatisasi SDA dan lain-lain.

Krisis yang selalu menimpa dunia, kezaliman dan bencana dalam berekonomi selalu menimpa umat, baik muslim ataupun nonmuslim. Negara berkembang maupun negara maju.

Maka, haruslah ada upaya untuk keluar dari sistem ini dan menggantinya dengan sistem alternatif yang sahih dan sudah teruji kesahihannya. Yakni, sistem ekonomi islam sebagai bagian dari ideologi Islam.

Emas dalam Pandangan Islam

Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk mengatur berbagai hubungan, salah satunya dalam aspek ekonomi. Paradigma sistem ekonomi Islam bertumpu kepada ideologi Islam, yakni akidah Islam dan syariat Islam. Selain itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah negara semata, tanpa memperhatikan terjamin-tidaknya setiap orang untuk menikmati kehidupan tersebut. Bukan juga hanya bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran individu dengan membiarkan mereka sebebas-bebasnya memperoleh kemakmuran tersebut dengan cara apa pun, tanpa memperhatikan terjamin-tidaknya hak hidup setiap orang.

Politik Islam semata-mata bertujuan memecahkan masalah utama yang dihadapi setiap orang sebagai manusia yang hidup sesuai dengan interaksi-interaksi tertentu. Mendorong setiap orang untuk meningkatkan taraf hidupnya sekaligus mengupayakan kemakmuran bagi dirinya di dalam gaya hidup tertentu. Jelaslah, politik ekonomi Islam berbeda dengan politik ekonomi yang lain.

Sistem ekonomi Islam menjadikan standar mata uangnya berbasis emas dan perak (dinar-dirham). Dinar dan dirham memiliki nilai ekstrinsik dan intrinsik yang sama dan relatif stabil. Inilah yang menjadi jaminan terhadap kestabilan ekonomi dengan kestabilan nilai tukar.

Negara Islam sejak hijrahnya Rasulullah telah mengambil kebijakan uang emas dan perak. Bahkan, kebijakan moneter seharusnya tetap berpijak kepada standar emas dan perak secara bersamaan. Artinya, uang harus berupa emas dan perak, baik secara hakiki digunakan dalam pertukaran maupun dalam pertukarannya menggunakan uang kertas, dengan cadangan emas dan perak di tempat-tempat tertentu.

Rasulullah saw. telah menetapkan dinar dan perak sebagai uang. Beliau hanya menjadikan dinar dan perak saja sebagai standar uang. Standar barang dan tenaga akan dikembalikan kepada standar tersebut.

Sebagai contoh, pada masa Umar bin Khattab menetapkan gaji guru dalam Islam dengan standar dinar, yakni sebesar 15 dinar (15 x 4,25 gram = 63,75 gram). Tentu rasanya upah tersebut dinilai sepadan dengan jasa yang diberikan. Begitupun dalam hal-hal lain, banyak penetapan hukum syarak yang berkaitan dengan dinar sebagai uang. Contohnya adalah penetapan hukum potong tangan, akan diberlakukan manakala seseorang mencuri mencapai nilai ¼ dinar maka dikenai potong tangan.

Ketika Allah mewajibkan zakat uang, Allah mewajibkan zakat tersebut untuk emas dan perak. Kemudian Allah menentukan nishab zakatnya dengan nishab dinar dan perak. Adanya zakat uang berupa emas dan perak telah menentukan bahwa uang tersebut berupa emas dan perak.

Islam mewajibkan zakat emas dan perak setelah menetapkan nishabnya. Sabda Rasulullah saw., “Pada setiap 20 dinar (zakatnya) setengah dinar“. Nishab zakat dinar (emas) adalah 20 dinar (85 gram). Zakatnya sebesar 2,5%.

Rasulullah saw. juga bersabda, “Pada setiap 200 dirham (zakatnya) 5 dirham.” Nishab zakat dirham (perak) adalah 200 dirham (595 gram perak). Zakatnya adalah 2,5%.

Jika negara menggunakan mata uang emas, maka negara ini secara ekonomi akan kuat. Sebab, mata uang  ini tidak akan bisa dipermainkan dan diombang-ambing nilai tukarnya oleh mata uang kertas mana pun, sekuat apa pun mata uang kertas tersebut. Sebaliknya, justru seluruh mata uang kertas dunia akan menstandarkan nilai tukarnya pada mata uang emas ini. Semua mata uang kertas dunia akan bertekuk lutut pada mata uang dinar.

Walhasil, hanya Islamlah yang mampu mendatangkan keberkahan baik pada benda maupun aktivitas. Khususnya, emas sebagai komoditas yang bernilai tinggi, pelindung kekayaan, standar mata uang dan nilai tukar yang mendatangkan keberkahan ekonomi, akan benar-benar terealisasi manakala Islam ditegakkan sebagai sebuah ideologi. Oleh karena itu, upaya yang wajib diperjuangkan oleh umat Islam adalah terwujudnya negara Islam tersebut, yang tidak lain adalah Daulah Islamiyah.

Selain itu, dengan Islam kita bisa mengecap kenikmatan emas, bahkan di tempat yang abadi yakni akhirat. “(Balasan mereka di akhirat adalah) surga ‘Adn yang mereka masuki. Di dalamnya mereka dihiasi gelang-gelang dari emas dan mutiara. Pakaian mereka mereka di dalamnya adalah sutra.” (QS. Fatir ayat 33)

Wallahu a’lam bishawab. []

Penulis. Supartini Gusniawati, S.Pd

Aktivis Muslimah