Investasi Asing di Desa Model Penjajahan Gaya Baru

Investasi Asing di Desa Model Penjajahan Gaya Baru

Catatan.co – Investasi Asing di Desa Model Penjajahan Gaya Baru. Pemerintah Desa Loa Raya di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saat ini tengah bersiap menerima investasi skala besar dari grup usaha asal Malaysia. Rencana investasi asing tersebut tak hanya menyasar satu desa, tetapi mencakup empat wilayah: Loa Raya, Loa Pari, Loa Ulung, dan Tanjung Batu. Fokus pengembangan meliputi sektor perkebunan, industri, pariwisata, hingga perumahan. Melalui PT Megah Utama Mandiri (MUM), sang investor berniat mengembangkan tanaman komoditas seperti durian, singkong, dan pisang.

Sekilas, kabar ini tampak menjanjikan. Janji-janji peningkatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja sering kali menyertai narasi serupa. Namun, jika ditelaah lebih dalam, kebijakan ini justru mencerminkan krisis kedaulatan pembangunan desa dan potret buram arah pembangunan nasional yang tunduk pada kepentingan modal asing.

https://kaltim.tribunnews.com/2025/07/15/malaysia-incar-investasi-di-kukar-loa-raya-bakal-jadi-sentra-perkebunan

Akar Masalah

Masuknya investor dan investasi asing untuk menggarap wilayah desa merupakan pertanda jelas lemahnya kepengurusan negara dalam membangun kemandirian desa. Ketika tanah-tanah subur dan potensi sumber daya alam diserahkan pada korporasi luar, maka sesungguhnya negara telah membuka pintu bagi bentuk penjajahan gaya baru. Sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam pidatonya, “Penjajahan yang paling kejam adalah penjajahan ekonomi.”

Dalam sistem kapitalisme, investasi asing dipandang sebagai solusi instan pembangunan. Namun pada kenyataannya, investasi asing tak lebih dari alat dominasi korporasi atas sumber daya lokal. Keuntungan terbesar justru mengalir ke investor, sedangkan masyarakat desa hanya menjadi buruh kasar di tanah mereka sendiri. Bahkan pola kerja sama yang melibatkan koperasi desa atau BUMDes dengan skema bagi hasil 25% untuk rakyat dan 75% untuk investor menunjukkan ketimpangan yang sangat mencolok.

Alih-alih menjadi tuan rumah atas sumber daya mereka, rakyat justru teralienasi dari tanah dan kekayaan alamnya. Mereka tidak berdaulat atas tanahnya sendiri. Dalam jangka panjang, hal ini akan menjauhkan desa dari cita-cita swasembada dan kemandirian pangan.

Islam Menawarkan Solusi Tuntas

Islam sebagai sistem hidup yang paripurna memandang pembangunan desa, pertanian, dan pengelolaan sumber daya sebagai tanggung jawab penuh negara yang wajib dijalankan oleh penguasa sebagai rā‘in (pengurus rakyat). Rasulullah saw. bersabda:

Imam (pemimpin) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam Islam, tanah pertanian yang subur tidak boleh dikuasai oleh asing. Negara berkewajiban untuk mengoptimalkan lahan pertanian, mengelola distribusi tanah, menyediakan sarana produksi seperti irigasi, bibit unggul, dan pupuk, serta menjamin pasar hasil pertanian rakyat. Semua ini dilakukan tanpa melibatkan investor yang berpotensi menancapkan cengkeraman kapitalisme.

Imam Ibn Hazm rahimahullah berkata:

“Khalifah wajib menyediakan lahan bagi setiap orang yang mampu mengolahnya hingga dia dapat bertani dan memenuhi kebutuhannya, karena tanah adalah milik umum kaum Muslimin dan tidak boleh dibiarkan terbengkalai.” (Al-Muhalla, 8/177)

Islam juga menetapkan bahwa sektor strategis seperti pangan, energi, dan air harus dikelola langsung oleh negara dan haram hukumnya dikuasai swasta, apalagi diserahkan kepada asing.

Rasulullah saw. bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api (energi).” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Prinsip syirkah dalam Islam pun tidak memberi tempat bagi praktik kapitalistik eksploitatif. Ketentuan investasi dalam Islam sangat ketat tidak boleh bertentangan dengan syariat, tidak boleh menyerahkan kendali sumber daya kepada non-Muslim, dan harus memberi maslahat nyata bagi umat, bukan sekadar keuntungan finansial segelintir elite.

Menuju Kemandirian Pangan

Dalam sistem Islam, negara akan menjalankan fungsi sebagai pelayan dan pelindung umat. Khalifah akan memastikan seluruh potensi desa dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan untuk memenuhi syahwat korporasi asing maupun aseng. https://muslimahnews.net/2025/01/02/34151/

Dengan menghidupkan lahan-lahan mati, mendistribusikan tanah secara adil, serta memberikan dukungan teknologi dan pendidikan pertanian, maka swasembada pangan akan benar-benar tercapai.

Sejarah Islam mencatat keberhasilan para khalifah dalam mewujudkan kemandirian pangan dan kesejahteraan rakyat. Khalifah Umar bin Khattab r.a., misalnya, membangun irigasi besar-besaran dan membagikan tanah kepada rakyat agar dikelola secara produktif.

Begitu pula Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada masa Abbasiyah (717–720 M), yang berhasil menjadikan wilayah kekuasaannya sebagai lumbung pangan dunia tanpa bergantung pada negara asing.

Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan sbb:

1. Meningkatkan Produktivitas Pertanian. Memberikan dukungan kepada petani dengan menyediakan sarana produksi seperti benih unggul, pupuk, dan peralatan pertanian yang memadai. Membangun sistem irigasi yang efisien untuk meningkatkan hasil panen.

2. Mengembangkan Infrastruktur. Membangun jalan dan jaringan transportasi yang baik untuk memperlancar distribusi hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Meningkatkan fasilitas penyimpanan untuk mengurangi kerugian pasca panen.

3. Mendorong Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Mendukung penelitian pertanian untuk mengembangkan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca ekstrem. Mengadopsi teknologi pertanian modern untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

4. Mengimplementasikan Kebijakan yang Mendukung Petani. Memberikan insentif kepada petani yang berprestasi dan mendukung pertanian berkelanjutan. Mengurangi atau menghapuskan pajak yang memberatkan petani untuk meningkatkan pendapatan mereka.

5. Meningkatkan Keterampilan dan Pengetahuan Petani. Menyediakan pelatihan dan penyuluhan kepada petani tentang teknik pertanian modern dan pengelolaan usaha tani yang efektif.

6. Mendorong diversifikasi pangan. Mendukung penanaman berbagai jenis tanaman pangan untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis tanaman dan meningkatkan ketahanan pangan.

7. Membangun sistem distribusi dan mengembangkan pasar yang efisien dan adil untuk memastikan distribusi pangan yang merata dan harga yang stabil.

8. Menggalakkan partisipasi dan mengajak masyarakat untuk terlibat dalam program-program pertanian serta mendukung inisiatif lokal untuk meningkatkan produksi pangan.

Kebijakan Adil dan Membangun

Dengan menerapkan kebijakan yang pro-petani, meningkatkan infrastruktur, dan mendukung penelitian serta pengembangan, Khalifah Umar dapat membangun kemandirian dan swasembada pangan yang berkelanjutan.

Inilah warisan kepemimpinan yang layak kita teladani. Di bawah tangan Khalifah Umar bin Khattab, para petani bukan sekadar tulang punggung bangsa, tetapi diposisikan sebagai pahlawan kehidupan. Negara hadir nyata di sisi mereka bukan hanya memberi perintah, tetapi memberi dukungan, bukan hanya menuntut hasil, tetapi membangun jalan menuju keberhasilan.

Beliau sadar, ketahanan pangan bukan semata urusan logistik, tetapi bagian dari amanah kepemimpinan. Sebab, bagaimana mungkin seorang pemimpin bisa tidur tenang sementara rakyatnya gelisah karena lapar?

Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

Barang siapa yang pada pagi hari merasa aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah diberikan kepadanya seluruhnya.” (HR. Tirmidzi)

Khalifah Umar memahami hakikat ini. Maka beliau membangun sistem, bukan sekadar bantuan. Beliau menumbuhkan kemandirian, bukan ketergantungan. Dan semua itu beliau lakukan bukan karena ingin pujian, tetapi semata karena takut akan hisab di hadapan Allah Swt.

Kini, saatnya kita meneladani spirit itu. Menumbuhkan semangat membangun dari akar rumput. Menjadi bagian dari perubahan, sekecil apa pun kontribusi kita. Karena swasembada pangan bukan mimpi, bila umat bersatu dan pemimpin berpihak. Maka keberhasilan bisa dicapai.

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita pemimpin sebijak Umar, petani sekuat para sahabat, dan masyarakat yang bersatu dalam visi membangun negeri yang diberkahi dalam bingkai penerapan Islam Kaffah.

Dan makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu beriman.” (QS. Al-Maidah: 88)

Khatimah

Kemandirian desa dan kedaulatan pangan tak akan pernah tercapai selama arah pembangunan didikte oleh logika kapitalisme dan investor asing. Islam memberikan solusi komprehensif yang memuliakan rakyat sebagai pemilik sah negeri ini, bukan sekadar buruh di tanah sendiri.

Maka, sudah saatnya umat kembali memperjuangkan sistem sahih yang berasal dari Sang Pencipta Manusia yakni tegaknya hukum-hukum Allah dalam mengatur semua urusan umat sebagai naungan yang adil, sejahtera, dan berdaulat. Dan kemandirian swasembada pangan bisa terwujud.

Wallahu a’lam bishawwab []

Penulis. Mimy Muthmainnah

(Pegiat Literasi)