Search
Close this search box.

Kontes Waria Menggejala, Generasi dalam Bahaya

Kontes waria menggejala generasi dalam bahaya

catatan.co – Akhir tahun 2024 ini, warga Kaltim dikejutkan dengan peristiwa yang membuat geram dan menjijikkan. Pasalnya dikabarkan akan digelas kontes waria pada Kamis, 26 Desember 2024. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pun dengan tegas menolak adanya rencana pelaksanaan kontes waria tersebut.

Kabar mengenai kontes tersebut didapat oleh Ketua MUI PPU, KH Abu Hasan Mubarok, dari salah seorang jamaahnya.
“Saya sangat kaget mendengar kabar ini. Sebagai ketua MUI, saya mereasa terpanggil untuk menyampaikan penolakan keras terhadap kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral,” tegas KH Abu Hasan Mubarok pada Minggu (15/12). MUI PPU, melanjutkan, telah mengeluarkan himbauan kepada Kapolres PPU dan meminta agar kepolisian tidak memberikan izin atas penyelenggaraan kontes waria tersebut.

Selain itu, MUI juga akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai fatwa MUI yang melarang aktivitas seksual sesame jenis.
KH Abu Hasan menceritakan, pagi tadi saat sepulang dari pengajian subuh di Maridan, ia mendapat informasi via SMS dari jamaah, bahwa akan ada kontes waria di PPU pada Kamis, 26 Desember 2024. KH Abu Hasan pun langsung berkomunikasi dengan sekretaris MUI PPU dan pengurus lainnya untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Ternyata informasi tersebut memang benar adanya.

MUI PPU pun lantas memberikan pernyataan sikapnya yaitu menolak keras kegiatan kontes waria, baik kegiatan tersendiri maupun sisipkan pada kegiatan lainnya. MUI PPU wajib mengingatkan kepada semua lapisan masyarakat, aparat dan pemerintah yang berwenang akan fatwa MUI No. 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan, yang di antara isi fatwanya adalah bahwa “melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.”

Sebelumnya, Kaltim Post pada Minggu (15/12) menerima selebaran yang dikirim melalui WhatsApp berupa poster bertuliskan Great Fest Vol. 4 Pesta Rakyat Akhir Tahun 2024, Kontes Waria, Kamis, 26 Desember 2024, pukul 20.00 Wita, di Pasar Induk Nenang, Kecamatan Penajam, PPU. (https://kaltimpost.jawapos.com/utama/2385424193/mui-menolak-keras-kontes-waria-di-ikn-kh-abu-hasan-mubarok-polisi-jangan-keluarkan-izin)

Generasi dalam Bahaya

Adanya rencana pelaksanaan kontes waria adalah sebuah musibah besar yang menimpa negeri ini dan terjadi berulang kali. Walaupun kontes waria tersebut tidak jadi terlaksana, namun adanya rencana kegiatan tersebut telah memperlihatkan bahwa mereka tak lagi malu untuk menunjukkan eksistensinya. Tentu kita bertanya-tanya mengapa mereka begitu percaya diri memperlihatkan eksistensinya? Begitupun populasi mereka yang semakin banyak dari tahun ke tahun? Data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria di Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual dan sebagian masih aktif melakukannya.

Bagaikan fenomena gunung es, persoalan elgebete atau waria yang tersembunyi jauh lebih banyak dibanding kasus yang terlihat. Lantas, apakah ini hanya sekedar fenomena biasa atau justru elgebete adalah gerakan yang terstruktur dan berskala global?
Masih di Indonesia, sejak 20-11-2016 beberapa tulisan jurnal secara tidak pasti menyebutkan 155 juta (h0m0 dan l3sbi) digabung tr4nsg3nd3r dan bis3ksual sebanyak 750 juta. Jumlah ini begitu fantastis dan hanya dihitung dalam satu negara.

Bagaimana jumlah elgebete ini jika digabungkan seluruh negara? tentu hasilnya membuat kita membelalakkan mata. Padahal jumlah penduduk kaum Nabi Luth tidak sebanyak ini namun Allah tetap menurunkan azab di negeri mereka karena perbuatan mereka yang begitu jahat.
Jika kita telusuri, LGBTQ sejatinya lahir dari HAM (Hak Asasi Manusia) yang sangat mendewakan kebebasan berperilaku dan ide sesat moderasi yang semakin mencengkeramkan liberalisme dan sekulerisme di negeri ini. Karena menurut moderasi, perbuatan-perbuatan menyimpang seperti LGBTQ tidak bisa disebut perbuatan kriminal dengan dalih menjunjung tinggi perdamaian dan menghormati perbedaan.

Atas dasar ini, perilaku menyimpang dibiarkan asal tidak merugikan kepentingan masing-masing. Peran media dan informasi yang menjunjung tinggi kebebasan juga menjadi penyebab masifnya fenomena elgebete ini. Banyak tayangan yang berbau homo, lesbian dan transgender yang mudah diakses oleh generasi telah menstimulus akal dan syahwat generasi agar mengikuti mereka. Peran sistem pendidikan juga tidak cukup mampu dalam menangkal ide elgebete ini karena dasarnya yang sekuler sehingga menyebabkan terbatasnya pelajaran agama di sekolah atau perguruan tinggi. Peran keluarga juga minim karena orang tua fokus mencari nafkah dan sering lalai akan bimbingan agama untuk anak-anaknya.

Jika sudah begini, pantas kita sebut bahwa generasi kita dalam bahaya. Badan Kesehatan Dunia mengumpulkan data penelitian bahwa pelaku elgebete berpotensi 25 kali lebih parah dalam menyumbang penyakit HIV/AIDS. Bisa dipastikan jika beberapa tahun mendatang elgebete tetap dibiarkan, maka fenomena generasi punah (lost generation) tidak bisa dihindarkan. Selain punah, fitrah dan kepribadian mereka terus dirusak dengan LGBTQ ini. Banyak generasi yang tertular perilaku menyimpang tersebut dan penyakit seksual menular yang mengiringinya. Lantas bagaimana Islam memandang fenomena ini? Bisa kah Islam menyelamatkan generasi?

Islam Menyelamatkan Generasi dari Kontes Waria

Islam adalah sebuah keyakinan yang melahirkan aturan untuk menjaga manusia berada di jalan kebaikan. Namun, jika hari ini banyak kerusakan moral dan penyimpangan seksual yang menimpa negeri ini, itu artinya Islam hanya sekedar diyakini namun tak diterapkan aturannya. Sungguh sia-sia. Sesungguhnya Islam telah memberikan solusi paripurna dalam mengatasi berbagai problem yang menimpa generasi. Fenomena elgebete tidak terjadi dalam semalam namun ada pola kehidupan serba bebas yang telah tersistem di negeri sekuler kapitalisme.

Jauh sebelum masifnya fenomena elgebete ini, Islam telah mewanti-wanti umat Islam agar waspada terhadap kejahatan perilaku menyimpang ini. Fenomena ini telah terekam pada kisah salah satu utusan-Nya yaitu Nabi Luth as. yang mencoba mendakwahi mereka namun dakwah beliau ditertawakan bahkan beliau diancam untuk dibunuh.

Allah Taala berfirman: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). Dia berkata, ‘Mengapa kamu melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (TQS Al-A’raf ayat 80-81).

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. (Beliau sampaikan tiga kali.)” (HR Ahmad).

Dalil-dalil di atas seakan memberikan gambaran yang jelas bahwa perilaku menyimpang seperti homo dan lainnya adalah dosa besar dan tak boleh dibiarkan. Oleh sebab itu, Islam telah menetapkan strategi preventif dan kuratif untuk menangkal serangan ide elgebete ini. Beberapa strategi tersebut diantaranya:

Pertama, ketakwaan individu yang ditanamkan sejak dini. Orang tua tak boleh luput dari peran ini agar anak-anak yang dilahirkan berjalan sesuai fitrahnya sebagai muslim yang taat.

Kedua, negara menerapkan sistem pergaulan Islami seperti perempuan dan laki-laki diperintahkan menutup aurat dan menundukkan pandangan. (Lihat QS An-Nur ayat 30-31), melarang khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (campur baur) antar lawan jenis untuk menjaga interaksi keduanya.

Ketiga, sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam harus diterapkan agar terbentuk kepribadian Islami di kalangan generasi. Keempat, negara harus mengawasi media dan informasi agar tidak menampilkan pornografi atau tayangan yang merusak kehormatan manusia.

Jika semua strategi preventif tersebut telah diterapkan, namun masih ada yang melanggar, maka negara akan menghukum tegas pelaku penyimpangan seksual. Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati, baik pelaku yang sudah menikah (muhsan) maupun belum menikah. Pelaksanaannya bisa dengan rajam (dilempari batu sampai mati) atau dengan cara lain yang sesuai dengan keputusan hakim. Sebagian ulama berpendapat bahwa pelaku homoseksual pertama kali diberi peringatan dan diajak bertaubat. Jika tetap melakukannya, maka dijatuhi hukuman sesuai dengan kebijaksanaan pemimpin (ta’zir) atau hukuman mati jika dianggap merusak tatanan sosial.

Demikianlah cara Islam menjaga generasi. Sudah saatnya kita melihat kehebatan sistem Islam dalam naungan negara Islam agar tidak ada lagi kemaksiatan dan kemaksiatan di muka bumi ini. Wahai umat Islam, tidakkah kita ingin mengambil peran untuk memperjuangkannya?
Maka ketika keputusan Kami datang, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan (azab) itu tidak jauh dari orang-orang yang zalim.” (TQS. Hud ayat 82-83).

Wallahu’alam bis shawab[]