Rapat Mediasi Kapal Pandu di Muara Muntai Ilir Kukar Bongkar Dugaan Izin Bermasalah

Catatan.co, TENGGARONG – Sengketa operasional jasa assist atau pandu tunda kapal pengangkut batu bara di wilayah perairan Sungai Mahakam, Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar), kini memasuki babak baru.

Dalam rapat mediasi yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Kukar, terungkap dugaan aktivitas kapal pandu yang tidak memenuhi legalitas perizinan.

Rapat yang berlangsung pada Rabu (18/6/2025) ini dihadiri oleh sejumlah pihak, termasuk perwakilan PT Pelindo, perusahaan operator kapal, pemerintah desa, dan instansi terkait lainnya.

Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Arifadin Nor, menyatakan pihaknya hadir dalam kapasitas sebagai undangan untuk membahas keabsahan kegiatan pemanduan kapal yang selama ini menuai polemik di wilayahnya.

“Ini mediasi berkaitan dengan sengketa pandu tunda di wilayah Muara Muntai, buntut aksi juga, legalitas. Kita pihak desa diundang tentang pandu assist di Muara Muntai Ilir. Hasil pertemuan tadi akan ada pertemuan lagi dari PT Pelindo, PT Herin dan PT Mahakam Bumi Bertuah mengenai kelengkapan legalitas. Siapa yang membantu assist itu dibahas legalitasnya,” ujarnya.

Menurut Arifadin, terdapat beberapa kapal yang melakukan aktivitas pandu tunda tanpa kelengkapan izin yang memadai.

Namun, ia mengapresiasi forum mediasi ini sebagai ruang klarifikasi yang akan dilanjutkan dengan pertemuan tambahan.

“Kapal pandu beberapa itu tidak memenuhi syarat, tapi setelah pertemuan lanjutan tadi bisa membuka informasi kelengkapan sampai dimana. Makanya dari pihak Pelindo, Herin Nusantara akan diundang untuk rapat lanjutan. Rapat internal juga dilakukan berkaitan dengan kamtibmas disana dan siapa yang berhak memandu di Muara Muntai,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa saat ini Pelindo belum kembali beraktivitas di lokasi, menyusul insiden hukum yang terjadi beberapa waktu lalu.

“Saat ini Pelindo belum beraktivitas, terlebih ada insiden kemarin mereka menahan. Proses hukum sampai saat ini berjalan, sudah ditetapkan tersangka sekitar tiga sampai empat orang dari delapan terlapor. Ini hasil dari olah perkara TKP,” jelasnya.

Pemerintah desa menegaskan sikap untuk tidak membuka ruang mediasi baru, dan memilih fokus pada proses hukum yang sedang berlangsung.

“Sementara tidak ada intervensi, Alhamdulillah. Upaya mediasi juga kami menutup diri, kami fokus proses hukum. Kalau mau mediasi ya dilakukan dari awal. Biar tidak ada kesalahpahaman.” ucap Arifadin.

Meski demikian, ia mengakui saat ini masih ada satu kapal yang tetap beroperasi di perairan Muara Muntai.

“Disana ada satu kapal yang beroperasi.”

Arifadin juga menanggapi tawaran kerja sama yang diajukan operator kapal. Ia menyebut bahwa pemerintah desa memilih menolak karena status legalitas mereka belum jelas.

“Ada beberapa kali tentang kerja sama, tetapi kami menolak karena legalitas mereka punya dipertanyakan. Jadi kami tidak berani bekerja sama. Kalau legalitasnya ada ya silahkan berkontribusi. Yang penting jalan tidak terganggu, yang menjadi masalah ini kan Pelindo masuk. Sebetulnya kami tidak masalah, karena itu di luar wewenang kami. Jadi kami menyayangkan ini,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Arifadin juga mengomentari isu dugaan pungutan liar (pungli) di lapangan, berdasarkan laporan masyarakat.

“Dari info yang saya dapat relatif, ada yang dua juta, tiga juga. Ini laporan dari masyarakat.” ucapnya.

Ia juga menambahkan bahwa hingga kini tidak ada kontribusi resmi dari operator kapal kepada pemerintahan desa.

“Sejauh ini tidak ada sumbangsih ke desa, biasa ke rumah-rumah ibadah saja. Ada sedikit nilai positifnya. Hadirnya Pelindo ini menimbulkan stigma negatif, seolah-olah kami yang menarik. Itulah yang kami luruskan, padahal tidak semua kapal dipandu.” pungkasnya.