Catatan.co – Rekening Diam Diblokir, Rakyat Makin Khawatir. Makin ke sini makin ke sana. Itulah agaknya gambaran regulasi pemerintah saat ini. Bukannya memudahkan, justru menyusahkan.
Di pertengahan tahun dan menjelang kemerdekaan, kita dihadiahi sejumlah kebijakan yang membuat masyarakat tidak habis pikir. Kebijakan itu salah satunya adalah pemblokiran rekening jika tidak dipakai selama tiga bulan oleh PPATK. Kebijakan pemblokiran yang lahir bersama kebijakan kenaikan pajak beberapa lini, bahkan media sosial ikut dibidik dalam penyumbang pajak, dinilai sangat asal-asalan dan merugikan rakyat. Padahal rekening adalah milik pribadi individu dan merupakan hak individu pula ingin menarik uang atau membiarkannya, karena itulah esensi menabung.
Jangan heran, jika bank-bank di sejumlah wilayah dibanjiri nasabah yang apes kena blokiran atau yang khawatir akan jadi target selanjutnya. Ini seperti yang terjadi pada BNI di cabang Teluk Lingga, Sangatta. Mereka takut dan khawatir dengan adanya kebijakan itu dan memilih mengambil uang sedini mungkin.
Sumber:
(https://www.radenmedia.id/daerah/2201460944/warga-ramai-ramai-tarik-uang-khawatir-rekeningnya-di-blokir-di-sejumlah-bank-di-kaltim)
Kebijakan Pahit
Dalam pengkajiannya, pemblokiran rekening yang nganggur selama tiga bulan diklaim menyimpan niat baik pemerintah dalam melindungi sistem keuangan negara dari perbuatan ilegal.
Sejak 2020, PPATK telah menemukan setidaknya satu juta rekening yang mencurigakan, alias terindikasi tindak pidana. Rekening-rekening ini bahkan tidak muncul alami. Beberapa di antaranya justru dibeli, diretas, atau digunakan untuk sejumlah kegiatan melawan hukum yang ujung-ujungnya menjadi tempat penyimpanan uang hasil tindak pidana.
Niat pemerintah memang cukup baik. Namun, perlukah sampai disamaratakan? Bukankah jika begini, rekening rakyat yang bersih justru kena imbasnya?
Sumber: https://www.antaranews.com/berita/5001717/ppatk-lebih-dari-1-juta-rekening-diduga-terkait-dengan-tindak-pidana
Negara Mempermudah, Bukan Mempersulit
Hadis Nabi saw. dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu,Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.”(https://almanhaj.or.id).
Hadis di atas kiranya harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Karena kebutuhan seseorang terhadap tabungan berbeda-beda. Ada yang sengaja menyimpan uang bertahun-tahun tanpa diambil untuk hari tua, ada yang menyimpan untuk dana darurat, ada yang menyimpan untuk masa depan pendidikan dan semuanya tidak bisa tidak lebih dari tiga bulan didiamkan.
Kebijakan ini tampak mempersulit rakyat. Ketika terkena pemblokiran dan reaktivasinya ternyata pun tidak semudah perkiraan. Beberapa pengalaman orang menyebut, mereka bisa menunggu rekening aktif kembali itu jika ada persetujuan dari PPATK dan itu bisa memakan 14 hari kerja, artinya tidak sehari selesai. Alurnya pun ribet karena harus buat surat pengajuan yang jelas, rinci detail dan bahkan harus melewati proses analisis dulu baru di-ACC.
Terbayang bagaimana kalutnya masyarakat ketika butuh-butuhnya, tetapi uang justru tidak keluar karena ditahan. Terlepas dari polemik ini, kembali lagi, seharusnya pemerintah melihat bahwa kebijakan ini merupakan bentuk pembatasan hak asasi manusia terhadap harta miliknya sendiri.
Di dalam Islam, negara hadir bukan hanya sebagai regulator atau bahkan hanya pembuat kebijakan yang analisis dampak kepada masyarakatnya kurang, tapi juga sebagai pelayan masyarakat yang memudahkan urusan mereka. Hadis Nabi saw., menyebut:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban.” *(HR. Imam Bukhari)
Kesadaran akan hadis ini pada jiwa setiap pemimpin, akan membuat mereka tidak semena-mena dalam membuat kebijakan. Karena rakyat di belakang mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat bagaimana tentang pengurusannya. Negara tidak akan membuat administrasi yang panjang dan terkesan ribet.
Boleh saja pemerintah berasalan baik untuk mencegah oknum-oknum dalam tindak ilegal. Akan tetapi, seharusnya dikaji ulang terkait aturan pemblokiran. Tidak harus semua rekening Dim dibekukan. Jika pun nanti harus direaktivasi lagi, maka pengurusannya tidak panjang.
Baca Juga: Pemblokiran Rekening
Para pemimpin di zaman kekhalifahan telah banyak mencontohkan sikap mempermudah urusan orang lain ini. Salah satunya adalah kisah masyhur Khalifah Umar bin Khattab r.a ketika blusukan ke masyarakat pada malam hari. Khalifah mendapati sebuah rumah yang terdengar darinya suara tangisan anak kecil.
Kita ketahui bersama, bahwa anak itu kelaparan dan ibunya yang memasak justru tak kunjung usai. Singkatnya, ternyata yang dimasak sang ibu adalah batu dan membuat Khalifah Umar merasa sedih. Kenapa masih ada orang susah di era kepimpinannya? Akhirnya, kita tahu bahwa beliau langsung, saat itu juga pergi ke gudang penyimpanan makanan, mengangkat, mengantar, bahkan memasak langsung untuk ibu dan anak tadi.
Kisah ini seharusnya tidak menjadi bunga tidur yang dibacakan tiap malam, atau hanya terenggok dalam memori. Karena kisah ini sejatinya adalah teladan luhur, bagaimana seharusnya pemimpin bersikap. Pemimpin-pemimpin seperti itu hanya lahir dalam sistem baik yang berpegang pada Al-Qur’an dan sunah. Bukan dalam sistem sekularisne kapitalisme buatan manusia.
Maka jangan heran jika sekarang banyak orang menjelang kemerdekaan, bukannya mengibarkan bendera merah-putih, justru bendera tengkorak hitam atau Jolly Roger khas One Piece. Karena rakyat tahu, ada yang salah dengan kebijakan pemerintah akhir-akhir ini. Jolly Roger hanyalah satu dari banyaknya ekspresi lain tentang keadaan negara yang sedang tidak baik-baik saja.
Wallahu ‘alam bishawwab. []
Penulis: Dwi Nanda
(Aktivis Muslimah)