Pemekaran Desa Bukan untuk Menerapkan Syariat Islam

Pemekaran Desa Bukan untuk Menerapkan Syariat Islam

catatan.coPemekaran Desa Bukan untuk Menerapkan Syariat Islam. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) melaksanakan sosialisasi arah kebijakan penataan desa terhadap perangkat desa dengan sasaran 125 desa di Kabupaten Bandung, selain sosialisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2017 tentang Penataan Desa.

Sosialisasi ini disampaikan kepada para kepala desa, sekretaris desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa, Sekretaris BPD, dua dusun di masing-masing perwakilan desa.

Tokoh Bersuara

Dadang Supriatna selaku Bupati Bandung melalui Kepala DPMD Kabupaten Bandung Tata Irawan Subandi mengatakan, bahwa pelaksanaan sosialisasi arah kebijakan penataan desa ini dilaksanakan secara bertahap di Kabupaten Bandung.

Tata Irawan menyebutkan tahapan pemekaran desa: pertama, tahap persiapan; kedua, perencanaan; ketiga, tahapan pengajuan dan penetapan; keempat, tahapan pelaksanaan; kelima, tahapan evaluasi dan monitoring.

Dengan ketercapaian pemekaran desa, ada manfaatnya, pertama, meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola sumber daya. Kedua, meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa. Ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan. Keempat, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan desa,” jelasnya.

Tata Irawan menyebutkan, adanya solusi pemekaran desa ini adalah akibat warga desa yang sering mengeluhkan masalah administrasi kependudukan dan bukti kepemilikan aset yang sangat sulit untuk diurus.

Namun tentu kami mempunyai solusinya, yakni perubahan administrasi kependudukan difasilitasi oleh pemerintah daerah melalui Disdukcapil Kabupaten Bandung,” jelasnya.

Selanjutnya, menurut Tata Irawan, terdapat kendala ketimpangan pembangunan antardesa. Solusinya adalah perlu adanya hubungan dengan pemerintah provinsi, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa.

Terakhir, keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan. “Solusinya yakni dengan pengangkatan perangkat desa untuk desa baru agar membuka peluang kerja bagi warga desa baru,” sebutnya.

Kendala Pemekaran

Beberapa kendala lain dalam pemekaran desa, di antaranya pemahaman masyarakat yang kurang, tantangan dalam pembangunan infrastruktur, pengaturan batas wilayah yang tidak jelas, pembagian sumber daya alam dan aset desa, konflik sosial dan politik stabilitas pemerintahan desa.

Tata Irawan mengatakan arah kebijakan penataan desa di Kabupaten Bandung periode 2025-2029 saat ini berdasarkan asta cita presiden yang berbunyi membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Menurutnya, yang tercantum dalam rencana dan isu strategis DPMD Kabupaten Bandung memiliki tujuan dan sasaran untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan desa. “Dilanjut dengan arah kebijakan dengan melakukan penataan desa melalui pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status desa,” ujarnya.

Yang terakhir dalam rencana aksi misi yaitu mewujudkan pemerintahan yang berakhlak melalui fasilitas pemekaran, penggabungan dan peningkatan desa, sehingga tercipta penataan desa bersifat top down.

Urgensi Pemekaran Desa

Dijelaskan, urgensi pemekaran desa dibagi menjadi empat yakni:

Pertama, kepadatan penduduk. Faktor kepadatan penduduk menjadi salah satu urgensi pentingnya pemekaran desa di Kabupaten Bandung, seperti Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi yang memiliki jumlah penduduk 49.542 jiwa.

Kedua, luas wilayah yang besar. Desa-desa dengan wilayah yang luas memiliki urgensi untuk pemekaran desa karena alokasi APBD menjadi kurang fokus dalam pembangunan infrastuktur di wilayah desa, sehingga mengakibatkan pembangunan menjadi tidak merata.

Ketiga, kualitas pelayanan publik, di mana jumlah aparat desa yang memberikan pelayanan publik tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga berakibat pada kurang baiknya kualitas pelayanan publik.

Keempat, perlu adanya peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan potensi desa. Menurutnya, urgensi peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat ditanggulangi dengan peningkatan pengelolaan sumber daya alam, dan potensi lokal melalui peningkatan kinerja BUMDES (Badan Usaha Milik Desa)

(https://kabandung.id/2025/03/dpmd-arah-kebijakan-penataan-desa-program-prioritas-bupati-bandung.html)

Pemekaran Desa dalam Demokrasi dan Islam

Dalam sistem demokrasi saat ini, pemekaran desa atau kota sering dilakukan karena kepentingan politis. Misalnya membentuk daerah baru untuk kepentingan partai politik, atau karena kepentingan ekonomi, seperti eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi.

Pemekaran juga sering terjadi karena alasan administratif, meski yang terjadi justru menambah birokrasi dan membebani anggaran negara.

Pemekaran wilayah dalam Islam bukan berdasarkan pertimbangan politis atau ekonomi seperti dalam sistem sekuler, melainkan harus memperhatikan kemaslahatan rakyat dan efektivitas pemerintahan Islam.

Dalam Islam, pemekaran wilayah harus dilakukan untuk memperlancar pelayanan kepada rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Jika suatu wilayah terlalu luas dan sulit dijangkau oleh pemerintahan setempat, maka pemekaran bisa dilakukan agar hukum Islam dapat diterapkan secara lebih efektif.

Selain itu, pemekaran dalam Islam harus memastikan efektivitas penerapan hukum Islam. Tujuan utama pemerintahan Islam adalah menerapkan syariat secara menyeluruh. Oleh karena itu, pemekaran desa atau kota harus memenuhi beberapa syarat:

1. Mempermudah pengelolaan urusan rakyat seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, dan pelayanan sosial.

2. Menjaga stabilitas pemerintahan Islam sehingga kepala negara dapat mengontrol setiap daerah dengan baik.

3. Mencegah keterlambatan penerapan hukum syariat, karena jika satu daerah terlalu besar dan sulit dikontrol, penerapan hukum Islam bisa terganggu.

Jika pemekaran justru memperlemah kekuatan negara atau membuka celah bagi kepentingan asing, pemekaran tidak boleh dilakukan. Lalu, bagaimana dengan rencana pemekaran banyak desa di Kabupaten Bandung?

Pembangunan Islam untuk Kemaslahatan Rakyat

Dalam menyikapi proyek-proyek “wah” seperti pemekaran desa, Islam tidak akan memberlakukan kebijakan yang tidak urgen. Semua pembangunan infrastruktur dilakukan untuk memenuhi kebutuhan serta mempermudah rakyat untuk menikmatinya.

Negara akan berfokus pada pengurusan kemaslahatan yang lebih penting, seperti penyediaan sarana publik, layanan kesehatan, pendidikan gratis untuk seluruh rakyat, pemberian bantuan ekonomi, pendistribusian kebutuhan pokok secara adil dan merata, dan kemudahan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.

Perubahan hakiki ialah perubahan dari masyarakat jahiliah menjadi masyarakat Islam. Perubahan dilakukan secara sistematis dan membuang akar masalah, bukan sekadar perubahan kepemimpinan, ataupun pemekaran desa saja.

Dengan demikian, pada hakikatnya, kepemimpinan adalah melayani. Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpin.

Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki visi misi pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan visi misi pelayanan terhadap kelompok tertentu. Hal ini dapat terwujud hanya dengan menerapkan Islam secara total dalam bingkai negara.

Wallahu a’lam bi as-shawab. []

Penulis. Iis Nurhasanah

(Aktivis Muslimah)