catatan.co – Bullying di lingkungan sekolah kian meresahkan. Pasalnya, tidak jarang berujung pada kerusakan fisik, bahkan hilangnya nyawa. Seperti di SMA 1, SMA 2, dan sebuah SD di Balikpapan. Kepala Sekolah SDN 013 Balikpapan Selatan, Susi Misinah, mengatakan bahwa kegiatan ini rutin digelar setiap tahunnya. Tujuannya adalah untuk mencegah perundungan terjadi di sekolah. (https://kaltimpost.jawapos.com/balikpapan/2385600183/hindari-perilaku-bullying-di-sekolah-kasat-lantas-sambangi-sma-1-balikpapan)
Mirisnya, menurut FSGI, data dari katadata (7/8/2025) kasus perundungan paling besar terjadi di lingkungan sekolah terutama di SD dan SMP dengan proporsi masing-masing 25% dari total kasus. Artinya, 50% perundungan terjadi di SD dan SMP. Adapun SMA dan SMK persentasenya sama-sama 18,78%; sedangkan lingkungan tsanawiah dan pondok pesantren masing-masing 6,25%. (https://rri.co.id/daerah/1311639/sekolah-di-balikpapan-gelar-sosialisasi-pencegahan-bullying)
Penyebab Bullying, Sistem Sekuler Liberal
Perilaku kekerasan memang marak di tengah generasi, sehingga butuh terus disosialisasikan mengenai contoh perilaku, cara menghindari, dan menghadapi perilaku bullying. Namun, tidak cukup sekadar itu, perlu support system terutama sistem pendidikan dan sistem sanksi, agar perilaku bullying bisa dicegah. Bullying bisa berbentuk kekerasan verbal ataupun fisik. Lantas apa saja penyebab tingginya bullying yang bisa berujung pada tindak kriminal?
Pertama, faktor keluarga. Keluarga broken home atau tidak harmonis bisa menjadi penyebab munculnya pelaku bullying. Orang tua yang sering cekcok dan alpa dalam pengasuhan akan menjadi stimulus anak untuk mencari perhatian di luar rumah, salah satunya melakukan bullying.
Kedua, faktor sekolah. Manajemen dan pengawasan yang kurang dari pihak sekolah menjadikan kasus bullying makin banyak. Karena fokus kurikulum hari ini hanya fokus pada akademik, sehingga menjadikan anak minim akhlaknya.
Ketiga, faktor media. Media membuat kasus bullying makin merajalela. Misalnya, game online yang banyak kekerasan fisik.
Tiga faktor di atas menunjukan bahwa akar masalah kasus _bullying_ adalah pemahaman sekuler liberal di berbagai sektor. Pemahaman sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan akan melahirkan individu-individu yang tidak paham agama. Menurut sekularisme, agama bukan menjadi pandangan hidup, tetapi sebagai ritual saja. Begitu juga liberalisme, yaitu pemahaman yang menjadikan seseorang bebas berbuat semaunya tanpa memperhatikan nilai-nilai agama.
Bullying menjadi persoalan berulang karena memang sekularisme menjadi asas dari berpikir dan berbuat generasi saat ini. Jika ideologi/ arah pandang seseorang sekularisme dan liberalisme, maka akan membentuk pribadi yang kehilangan arah dan tujuan hidup. Mereka tidak tau hakikat penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah Taala. Hidupnya hanya diliputi dengan keinginan dunia dan mengejar pemuasan nafsu saja. Sekularisme mendorong mereka berbuat sesuai hawa nafsunya.
Bullying penyebabnya sistemis mulai dari keluarga yang tidak menanamkan pendidikan pertama berbasis akidah Islam dan hukum syarak, lingkungan yang toxic dengan sekularisme yang memengaruhi generasi.
Sistem Pendidikan dan Peran Media
Pendidikan hari ini hanya berfokus pada pencapaian akademik dan mengesampingkan agama. Padahal, paham agama adalah kunci agar seseorang mampu mengendalikan dirinya. Lingkungan sekolah menjadi tempat paling subur terjadinya bullying.
Hanya karena merasa senior dan kuat, seseorang merasa berhak untuk bullying adik kelasnya yang lemah. Hanya karena orang tuanya kaya, seorang anak berhak melakukan bullying pada anak miskin. Perilaku kasar dan menindas bisa jadi akan terbawa hingga mereka dewasa.
Banyak dari pelaku bullying fisik yang terinspirasi dari tontonan. Seperti game online yang memuat konten kekerasan. Mirisnya, alih-alih ada upaya pencegahan agar anak-anak tidak mengakses tontonan tersebut, negara malah menjadikan game online menjadi e-sport, yaitu cabang olahraga yang menggunakan media gim sebagai bidang kompetitif.
Salah satu game online yang dijadikan e-sport adalah Mobile Legends. Padahal, konten gim ini penuh muatan kekerasan fisik, sehingga pemainnya merasa tidak segan dengan tindakan kekerasan fisik hingga kekerasan seksual.
Banyak pakar menyampaikan bahaya dari game online, tetapi keberadaannya malah didukung negara atas nama benefit ekonomi. Kebijakan negara hari ini abai terhadap akhlak anak bangsa dan lebih mengutamakan keuntungan materi. Hal ini dikarenakan landasan negara yang sekuler. Negara tidak menjadikan agama sebagai landasan, sehingga kebijakannya sering bertentangan dengan ajaran Islam.
Baca Juga: kriminalitas meningkat
Bullying juga difasilitasi negara karena negara lemah menjaga generasi mulai dari perangkat hukum lemah, pendidikan tidak mengarah pada tujuan yang sahih, tontonan yang tidak mendidik, dan tiada sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara.
Islam Menghilangkan Bullying
Bullying subur dalam sistem sekularisme kapitalisme. Sedangkan jika Islam diterapkan secara kafah, bullying akan hilang. Islam memiliki berbagai mekanisme dalam memberantas perilaku kekerasan.
Pertama, Islam akan mengajarkan umatnya untuk berbuat baik kepada sesama. Rasulullah saw. suri teladan umat Islam dengan kesempurnaan akhlaknya akan menginspirasi perbuatan seseorang, sehingga akan mengontrol dirinya agar tidak mencelakai orang dan menjadi manusia terbaik, yaitu yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Kedua, keluarga yang dibangun dengan landasan akidah Islam akan menjadikan keluarganya sakinah mawadah dan rahmah. Rumahnya menjadi baiti jannati, penghuninya saling menguatkan keimanan. Ibu akan menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya, memberi kasih sayang dan ilmu agama. Sedangkan ayahnya, selalu ada untuk menjadi teladan anak dan istrinya. Maka, akan terlahir individu yang penuh kasih sayang dan lemah lembut.
Ketiga, sistem pendidikan dengan akidah Islam sebagai landasan akan membentuk syakhsiyah anak didik. Sekolah memastikan pola pikir dan pola sikapnya berlandaskan Islam. Maka akan membentuk interaksi yang diliputi dengan kebaikan akhlak. Jangankan bullying, mereka akan berlomba-lomba untuk tolong-menolong dalam kebaikan.
Keempat, negara akan mendukung kondisi ketakwaan masyarakat. Media yang berpotensi membentuk karakter bullying akan cepat dihilangkan. Pelakunya akan diberi sanksi, baik penyebar konten kekerasan ataupun pelaku bullying, karena telah melanggar syariat.
Islam mampu wujudkan generasi ber- syakhsiyah islamiyyah. Islam adalah ideologi dan pandangan hidup yang mampu wujudkan generasi emas jika diterapkan dalam sistem pendidikan dan kehidupan secara umum. Bullying bisa hilang jika Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, di ranah keluarga, sekolah, sampai negara.
Wallahu a’lam bishawab. []
Oleh. Emirza Erbayanthi, M.Pd (Pemerhati Sosial)