catatan.co – Ironi Keamanan Anak dalam Sistem Kapitalisme. Nasib anak-anak di tengah negara yang menganut sistem kapitalisme sekuler sering mengalami kondisi yang tidak aman.
Anak-anak hidup di bawah bayangan ancaman kemiskinan, kebodohan, kekerasan, dan pelecehan seksual. Bahkan yang lebih menyedihkan, ancaman tersebut justru datang dari orang terdekat.
Waspada!
Di Samarinda baru-baru ini telah terjadi tindak asusila. Seorang remaja berusia 14 tahun yang berstatus pelajar SMP diduga menjadi korban persetubuhan.
Kejadian tersebut terungkap ketika Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim, Rina Zainun, menyampaikan ada seorang anak yang mengunjungi polsek untuk membuat laporan atas dugaan persetubuhan pada Selasa (18-2-2025).
Ketika itu, Rina sedang di Kutai Timur untuk menangani kasus dan dihubungi oleh petugas polwan, karena ada seorang anak di bawah umur yang melaporkan dugaan persetubuhan oleh orang terdekatnya sehingga harus ada pendampingan. Mendengar informasi tersebut, Rina segera menghubungi anggota TRC PPA untuk menjemput korban di polsek. Ketika ditanya, remaja perempuan tersebut mengatakan tidak ingin pulang ke rumahnya.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk membawa korban ke rumah aman. Alasan anak tersebut tidak mau pulang, karena sang ayah yang mengetahui dugaan persetubuhan itu tidak mau mendampingi untuk laporan ke kepolisian, sehingga anak tersebut kecewa dan memberanikan diri datang ke polsek untuk melaporkan hal tersebut.
Rina melanjutkan setelah kembali ke Samarinda, ia langsung menemui anak tersebut untuk melakukan assessment. Dari pengakuan korban, persetubuhan yang dilakukan oleh orang terdekatnya itu terjadi sejak 2022 hingga 2024 lalu. Korban mengaku diancam sebanyak tiga kali selama tiga tahun itu. Lantaran hal tersebut, korban pun mengalami trauma sehingga Tim TRC masih menenangkan korban.
Korban juga sudah tidak mempunyai ibu karena telah meninggal dunia sejak setahun lalu. (https://korankaltim.com/read/samarinda/77300/tanpa-ditemani-orang-tua-remaja-korban-persetubuhan-lapor-seorang-diri-ke-polsek?page=2)
Ironi Keamanan Anak
Mendengar berita di atas tentu menyesakkan hati kita semua. Bagaimana mungkin kita berharap anak-anak kita akan menjadi pemimpin peradaban dan seseorang yang bertakwa, jika masa mudanya telah dirusak dengan kasus kekerasan seksual yang dialami anak?
Sungguh ironi, berita di atas mengabarkan ketidakpeduliannya seorang ayah dalam melindungi anaknya dari ancaman kekerasan seksual.
Sungguh sistem kapitalisme sekuler telah menciptakan generasi fatherless, yaitu suatu kondisi ketika seorang anak tidak memiliki kehadiran ayah dalam pengasuhannya, baik secara fisik maupun psikologis. Indonesia sendiri disebut menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan anak tanpa ayah (fatherless country) terbanyak.
Ayah yang seharusnya memberikan perlindungan kepada keluarganya, ironi justru abai dari perannya. Hal ini karena tidak adanya ilmu agama yang membuat ayah bertakwa dan memperhatikan keluarganya. Akhirnya, ayah hanya fokus kerja mencari nafkah, tetapi lepas tangan dari pengasuhan anak-anaknya. Belum lagi keluarga dan orang terdekat yang seharusnya memberikan perlindungan dan rasa aman, ironinya justru menjadi orang pertama yang membahayakan hidup anak. Naudzubillah!
Baca Juga: Bullying Merajalela
Memang benar, berbagai upaya yang dimasifkan oleh dinas terkait dalam menekan kasus kekerasan terhadap anak sudah cukup baik. Namun, hal ini belumlah cukup jika fakta yang ada justru menunjukkan yang sebaliknya, yaitu adanya peningkatan kasus yang membuat resah berbagai pihak. Nyatanya, dinas dan lembaga terkait hanya membantu mendampingi korban, tetapi sulit menuntaskan akar permasalahan kekerasan anak.
Akibat Sistem Kapitalisme
Faktanya, akar masalah dari suburnya pelecehan atau kekerasan seksual adalah sistem kehidupan hari ini yang sekuler nan liberal. Tidak adanya batasan dalam pergaulan, membuat sebagian besar masyarakat bebas melampiaskan naluri kasih sayangnya dengan perbuatan amoral dan menyimpang kepada siapa pun yang ditemui.
Ironi orang terdekat yang seharusnya melindungi keluarga, justru terjerumus dalam perbuatan bejat yaitu pelecehan seksual.
Konten-konten pornografi dan tempat-tempat maksiat yang menjadi pemicu tindakan pelecehan seksual seakan dilegalkan oleh negara dengan dalih membawa keuntungan yang besar. Inilah bukti negara kapitalisme sekuler. Uang lebih diutamakan, tak peduli akibatnya yang merusak akal masyarakat dan bertentangan dengan agama.
Begitupun masyarakat hari ini yang kebanyakan individualis. Selama tidak merugikan kepentingannya, masyarakat tidak ada yang berani menegur ketika ada seseorang yang melakukan maksiat. Hal ini seolah menegaskan kegagalan negara dalam melindungi kehormatan rakyatnya.
Anak-anak membutuhkan perlindungan dari semua sisi. Tentu kita tak ingin melihat berita-berita seperti ini terus bermunculan dan minim penyelesaian.
Negara wajib memutus mata rantai pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak dengan menerapkan aturan syariat Islam secara komprehensif. Maka perlindungan, penjagaan, dan keamanan kepada anak-anak dapat terwujud di mana pun dan kapan pun.
Islam Melindungi Anak
Anak adalah generasi penerus dan pemimpin peradaban. Oleh karenanya, kehidupan anak harus dijaga bersama-sama. Islam merupakan solusi utama dalam menjaga anak-anak dari ancaman kemiskinan, kebodohan, kekerasan dan pelecehan seksual.
Ironi Perlindungan Anak
Ada beberapa mekanisme Islam dalam memandang kasus kekerasan anak sebagai berikut:
Pertama, Islam menempatkan keluarga sebagai wadah membina dan melindungi seluruh anggota keluarga. Anak-anak adalah tanggung jawab kedua orang tuanya. Ibu berperan sebagai madrasah pertama, sedangkan ayah sebagai pemimpin dan pencari nafkah untuk keluarga. Sekalipun ayah berperan sebagai pencari nafkah, ayah tidak boleh melupakan pengasuhannya kepada anak-anak.
Dengan berbekal ilmu Islam. Ayah selain mengasuh, menyayangi juga membimbing anak-anaknya dalam ketaatan kepada Allah.
Kedua, Islam mengatur interaksi dalam keluarga. Seperti memahamkan kepada anak tentang batasan aurat dan mengetahui siapa saja mahramnya. Dengan begitu, anak akan menjaga kehormatan dirinya. Sebagaimana anak perempuan yang belum balig, batasan auratnya adalah lengan atas hingga lutut.
Namun, bila sudah balig, ia wajib menutup seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan. Begitupun anak laki-laki, batasan auratnya adalah dari pusar hingga lutut.
Orang-orang terdekat juga harus memahami Islam dan menjaga anak dari hal-hal yang dapat merusak. Dengan begitu ia akan tumbuh dengan sehat dan terhindar dari dorongan seksual orang yang tidak halal baginya.
Ketiga, Islam mengharamkan dan melarang beredarnya konten-konten pornografi. Akan menghukum tegas siapa pun yang berani mengedarkan bahkan membuatnya. Sebab menjadi pemicu hubungan seksual.
Keempat, Islam akan memberikan hukuman yang menjerakan jika ada yang melanggar seluruh aturan di atas. Pelaku pemerkosaan akan dihukum layaknya ia berzina yakni dihukumi rajam, jika belum menikah akan dicambuk.
Kelima, Islam mewajibkan masyarakat untuk beramar makruf nahi mungkar, sehingga jika ada yang berani bermaksiat atau melakukan kejahatan seksual, masyarakat akan berupaya menegur dan mencegah.
Demikianlah, serangkaian cara Islam dalam menjaga kemuliaan dan kehormatan anak. Semua aturan tersebut hanya bisa diterapkan dalam bingkai negara yang menerapkan Islam secara kafah di seluruh bidangnya.
Tugas kita sekarang adalah berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islami tersebut, sehingga kezaliman di muka bumi ini terhapuskan.
Wallahu ‘alam bishawab. []
Penulis. Hanifah Tarisa Budiyanti, S.Ag. (Aktivis Muslimah)