Search
Close this search box.

Bullying Merajalela, Islam Mampu Mengatasi

Bullying Merajalela, Islam Mampu Mengatasi

Catatan.coBullying atau perundungan menjadi salah satu masalah serius yang perlu perhatian khusus dari berbagai pihak. Kasus bullying di Indonesia banyak terjadi di berbagai lingkup, mulai dari sosial, pekerjaan, pendidikan, hingga digital seperti media sosial dan forum internet.

Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat 573 kasus kekerasan yang dilaporkan terjadi di sekolah. (https://www.inilah.com/kasus-perundungan-di-indonesia-2024)

Waspada Kekerasan di Sekolah

Bullying di lingkungan sekolah memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik korban. Oleh karena itu, penting bagi setiap sekolah untuk membangun sosialisasi dan dialog yang kuat antara siswa dan orang tua melalui program pencegahan bullying. SDN 013 Balikpapan Selatan misalnya secara rutin mengadakan kegiatan sosialisasi dengan tema tahun ini, “Bantulah Hentikan Bullying dan Jadilah Sahabat Sejati“.

Bullying terjadi berulang-ulang dan disebabkan oleh kurangnya kontrol emosi serta kurangnya kasih sayang. Hal ini dilakukan untuk memberikan perhatian kepada pelaku agar mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut. (https://rri.co.id/daerah/1311639/sekolah-di-balikpapan-gelar-sosialisasi-pencegahan-bullying)

Kasat Lantas Polresta Balikpapan Kompol Ropiyani juga melakukan upaya dengan menyampaikan pesan tentang pentingnya menghindari perilaku perundungan di sekolah dan lingkungan sekitar. Melalui program Police Goes to School di SMA 1 Balikpapan, ia mengajak siswa untuk sadar hukum dan taat peraturan lalu lintas. Tujuannya adalah untuk mewujudkan generasi yang sadar dan taat hukum serta berprestasi, baik di bidang akademik maupun non-akademik.

(https://kaltimpost.jawapos.com/balikpapan/2385600183/hindari-perilaku-bullying-di-sekolah-kasat-lantas-sambangi-sma-1-balikpapan)

Berbagai upaya telah ditempuh untuk mengatasi masalah kekerasan di sekolah, mulai dari sosialisasi dan edukasi ke sekolah-sekolah mengenai contoh perilaku berbuat buruk terhadap teman. Cara menghindari perlakuan buruk dan menghadapi si pelaku.

Namun, hal tersebut tidak cukup untuk menghentikan permasalahan bullying justru semakin marak terjadi. Ironisnya, tindakan ini dilakukan oleh teman sebaya sendiri.

Fenomena berulangnya kasus bullying menimbulkan tanda tanya besar, mengapa sulit sekali untuk menghentikannya? ada apa dengan generasi hari ini? mengapa mereka menjelma menjadi generasi brutal dan kriminal? bukankah generasi adalah penerus bangsa.

Mereka yang seharusnya berlomba-lomba mencetak prestasi dan mengukir masa depan yang cerah. Namun, masa-masa emas itu malah ternodai dengan kekerasan yang mereka lakukan.

Mengurai Kasus Perundungan, Mengapa Merajalela?

Maraknya bullying di dunia pendidikan tidak terjadi begitu saja dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Tak jarang membuat korban mengalami trauma, terganggunya kejiwaan, bahkan berujung pada kematian. Setidaknya ada tiga faktor yang jadi pemicu perundungan merajalela. Di antaranya:

Pertama, kurangnya peran keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi generasi dalam menanamkan kepribadian Islam, sehingga anak-anak kekurangan panutan dalam berperilaku baik.

Akibatnya, anak tidak memiliki contoh dan keteladanan sikap yang baik kepada sesama. Lihat saja kondisi generasi kita yang sangat jauh dari adab mulia. Orang tua yang alpa dalam pengasuhan pun, menjadi stimulus anak untuk mencari perhatian di luar rumah, salah satunya melakukan bullying.

Kedua, lemahnya pengawasan dari masyarakat dalam menjaga generasi. Masyarakat yang cenderung individualistis, egois, apatis, membuat budaya saling mengingatkan atau menasehati semakin pudar. Masyarakat juga cenderung kurang peduli, bahkan membiarkan tindakan perundungan, selama tidak menimpa anak mereka sendiri.

Ketiga, negara seakan-akan membiarkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Hal ini bisa dilihat dari setiap ada kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, selalu ada alasan pembenaran, dan pengecualian. Para pelaku tidak diberikan hukuman penjara, tetapi diberikan perlakuan khusus, dengan alasan masih anak-anak. Hal ini mengakibatkan minimnya efek jera, sehingga generasi lain berpotensi melakukan tindakan yang sama.

Keempat, minimnya kontribusi media massa dalam pendidikan karakter generasi terlihat dari maraknya konten yang tidak mendidik. Baik film maupun games bertemakan permusuhan, kekerasan bahkan pornografi mudah ditemukan di media sosial. Akibatnya, generasi menjadikan tontonan tersebut sebagai pedoman hidup. Tidak hanya itu, penggunaan gawai yang kebablasan menyebabkan generasi mendapatkan informasi yang tidak pantas.

Kelima, sistem pendidikan nasional telah gagal dalam pembentukan karakter siswa yang berakhlak mulia. Pendidikan hari ini hanya berfokus untuk meraih prestasi akademik saja, tetapi tidak memperhatikan aspek agama. Padahal agama adalah kunci agar seseorang mampu mengendalikan dirinya. Pada akhirnya, perilaku generasi menjadi rusak dan mereka kehilangan jati diri.

Berdasarkan faktor-faktor di atas akar permasalahan makin merajalelanya kasus bullying adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler liberalis yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, menyebabkan individu tidak memahami ajaran agama. Bagi penganut sekularisme, agama hanya dianggap sebagai pilihan, bukan pedoman hidup. Akibatnya, perilaku mereka hanya dikendalikan oleh hawa nafsu.

Liberalisme, yang menekankan kebebasan tanpa batas, mendorong individu untuk bertindak semaunya tanpa mempertimbangkan nilai-nilai agama. Pandangan hidup yang didasari sekularisme dan liberalisme menyebabkan seseorang kehilangan arah dan tujuan hidup. Mereka tidak memahami tujuan penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada Tuhan. Ketika menjalani kehidupan, pemahaman agama tidak lagi menjadi standar maka hawa nafsu jadi penentu. Liberalisme telah menghilangkan ketaqwaan individu.

Sistem sekuler liberal yang membawa kerusakan pada masyarakat termasuk generasi hari ini membuat manusia tidak lagi mulia. Oleh karena itu, sudah seharusnya sistem rusak ini dibuang jauh-jauh dan digantikan dengan sistem kehidupan yang bersumber dari Allah Swt. yaitu penerapan Islam dalam tatanan negara.

Sistem Islam Mengatasi Bullying

Dalam Islam, negara memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Islam memiliki beberapa langkah pencegahan dan penanganan untuk mencegah bullying dengan tigal pilar sebagai berikut:

Pertama, orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama Islam. Bersama ayah, seorang ibu wajib mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang shalih, yaitu yang berkepribadian Islam (yang perilakunya berdasarkan akidah Islam). Targetnya agar mereka faaqih fii ad-diin dan berkepribadian Islam. Dengan itu mereka kelak bisa terhindar dari azab neraka. Pendidikan Islam sangat penting diberikan oleh orangtua kepada anaknya. Rasulullah saw.:

مَا نَحِلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ اَفْضَلُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

“Tidak ada pemberian seorang ayah (orangtua) yang lebih utama daripada pendidikan yang baik” (HR at-Tirmidzi).

Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini akan menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukan anak-anak. Budaya beramar ma’ruf nahi mungkar di tengah masyarakat, serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.

Ketiga, negara menerapkan sistem pendidikan Islam berasaskan akidah Islam. Dengan demikian, kurikulumnya juga bersumber dari Islam. Output-nya adalah generasi yang berkepribadian Islam, yaitu pola pikir dan pola sikapnya islami. Dengan kata lain, generasi hasil didikan Islam adalah generasi yang bertakwa. Mereka tidak akan berbuat zalim kepada temannya, misalnya dengan melakukan kekerasan, perundungan, menghina, dan sebagainya.

Negara akan mengeluarkan undang-undang yang mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslim, juga dalam rangka membangun masyarakat islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah Swt., serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat islami tersebut. Negara tidak akan membiarkan berbagai informasi dan konten negatif yang merusak anak. Penyaringan informasi dan konten digital berada di bawah kendali khalifah (pemimpin) melalui departemen penerangan dan informasi.

Negara menegakkan sistem sanksi yang tegas. Ketika pencegahan sudah dilakukan secara maksimal, tetapi masih ada manusia yang melakukan kemaksiatan atau pelanggaran maka dilakukan aspek kuratif, yaitu penerapan sistem sanksi yang tegas. Hukum Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa (jawabir) dan memberikan efek jera (zawajir).

Demikianlah sistem kehidupan Islam menyelesaikan permasalahan bullying. Masihkah berharap pada sistem sekuler liberal yang telah gagal mencetak generasi mulia dan berkepribadian Islam? Inilah saatnya seorang muslim harus berjuang bersama untuk mewujudkan sistem kehidupan yang unggul dalam institusi negara Islam dengan mengikuti jalan dakwah yang dicontohkan Rasulullah saw. Wallahu’alam Bishawab.[]

Penulis. Rina Rusaeny

(Aktivis Mahasiswa)