Catatan.co – Jebakan di Balik Janji: TPPO Mengintai di Sekitar IKN. Di tengah gencarnya pembangunan dan narasi kemajuan, potret buram kejahatan perdagangan orang justru mencuat dari kawasan sekitar IKN. Fakta berikut memperlihatkan bagaimana realitas jauh dari harapan. Kepolisian Resor Kutai Kartanegara (Polres Kukar) berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan antarprovinsi. Pengungkapan ini terjadi di lingkungan lokalisasi Galendrong, Kecamatan Muara Jawa, yang letaknya hanya sekitar satu jam dari Kawasan IKN.
Kasus ini terungkap setelah pihak Kasat Reskrim Polres Kukar, AKP Ecky Widi Prawira, menerima laporan masyarakat terkait dugaan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur di kawasan tersebut. Dari hasil penyelidikan, petugas langsung menggerebek Wisma Bunga Mawar pada Kamis malam, (17-7-72025).
“Saat penggerebekan itu, kami mengamankan seorang perempuan berinisial IM (42), warga Muara Jawa Ulu, yang diduga menjadi pelaku utama,” ungkapnya. Dua korban, gadis di bawah umur berinisial RK dan YS, ditemukan dalam keadaan memprihatinkan. YS sedang bersembunyi di dalam gentong air di kamar mandi untuk menghindari petugas. Keduanya diketahui berasal dari Kendari, Sulawesi Tenggara, dan baru berada di Kalimantan Timur sejak Maret dan Mei 2025.
Menurut keterangan polisi, awalnya para korban dijanjikan pekerjaan layak dan dibiayai oleh pelaku. Namun, setibanya di Kukar, mereka malah dijadikan Ladies Companion (LC) yang kemudian dipaksa melayani tamu secara seksual. Mereka pun menyetor hasil kerja antara Rp50 ribu sampai Rp150 ribu per tamu kepada IM.
“Selain uang setoran, korban juga diwajibkan membayar biaya listrik, makan, dan cicilan utang atas tiket dan transportasi yang sebelumnya ditanggung pelaku. Namun, korban tidak pernah diperlihatkan rincian utangnya,” Jelas Ecky. Mirisnya, RK dan YS bekerja karena merasa terikat utang yang terus-menerus dibebankan oleh pelaku. Mereka bahkan tidak tahu pekerjaan apa yang akan dilakukan hingga akhirnya terjebak dalam lingkaran eksploitasi seksual.
Polisi juga menyita beberapa barang bukti seperti catatan utang, buku transaksi jasa LC, serta nota pemasukan. Saat ini, para korban sedang mendapatkan pendampingan dari instansi perlindungan perempuan dan anak sebelum dipulangkan ke daerah asal. Pelaku (IM) pun dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Pasal 88 UU Perlindungan Anak. Ia terancam hukuman penjara antara 3 hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp600 juta.
AKP Ecky menambahkan, pengungkapan ini menjadi bagian dari Operasi Yustisi Prostitusi yang dilaksanakan guna menciptakan ketenteraman di kawasan sekitar IKN. Muara Jawa, sebagai wilayah penyangga IKN, menjadi fokus utama pengawasan karena tingginya risiko penyimpangan sosial di daerah tersebut.
Peristiwa di atas telah menunjukkan bahwa di tengah geliat pembangunan yang digadang-gadang membawa kemajuan, praktik kejahatan kemanusiaan seperti TPPO justru menyusup melalui celah kebutuhan ekonomi dan lemahnya perlindungan negara. Maka, kita perlu menelusuri lebih dalam akar persoalannya berikut solusinya dalam kacamata Islam. (https://kaltimetam.id/dijanjikan-pekerjaan-layak-dua-remaja-asal-kendari-dijebak-jadi-psk-di-kukar/?amp=1)
Jebakan di Balik Janji
Sesungguhnya ada banyak faktor terjadinya TPPO. Termasuk menjadi pekerja seksual. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menilai bahwa maraknya kasus TPPO disebabkan kebijakan pemerintah tampak lemah terhadap para pelaku. Misalnya pada UU No. 18 Tahun 2017 yang menetapkan hukuman pelaku TPPO lebih ringan karena tidak ada ancaman hukuman minimal.
Sementara itu, UU tersebut juga tidak menyatakan adanya kewajiban pengganti bagi pelaku TPPO dan hal tersebut sangat merugikan korban. Di sisi lain, minimnya edukasi membuat rakyat mudah tergiur iming-iming pelaku dengan janji pekerjaan bergaji tinggi. Impitan kemiskinan pun menjadi sebab banyak rakyat berpikir jangka pendek.
Menurut mereka, yang terpenting mendapat pekerjaan. Tak peduli pekerjaan itu halal ataukah haram. Pekerjaan haram saja sulit dicari apalagi yang halal. Makanya, mereka seolah menormalisasi pekerjaan-pekerjaan yang haram.
Belum lagi, sistem sekuler kapitalistik di negeri ini juga menjadi sebab maraknya TPPO. Sistem sekuler yang memisahkan peran agama dalam kehidupan telah membuat sebagian besar rakyat mewajarkan pekerjaan yang haram dengan dalih “ini sudah menjadi takdir”.
Padahal sempitnya lapangan kerja dan maraknya kemiskinan hari ini bukan disebabkan karena faktor individu semata melainkan karena sistem yang melandasi kebijakan di negeri ini lebih berpihak kepada kapitalis bukan kepada rakyat.
SDAE yang melimpah ruah justru diserahkan negara secara cuma-cuma kepada oligarki atau pemilik modal atas nama investasi, liberalisasi perdagangan, dan proyek strategis nasional. Rakyat pun sering tidak mendapat apa-apa atau bahkan hanya terkena imbas buruk hasil eksploitasi kekayaan alam yang serampangan. Rakyat pun juga lemah keyakinannya terhadap konsep rezeki dalam Islam sehingga begitu mudah mereka terjerumus dalam pekerjaan yang merusak hidup mereka.
Alhasil, kita tidak bisa membiarkan semua ini terus terjadi di depan mata kita. Negara yang abai dari pengurusan kebutuhan rakyatnya yang berakibat lemahnya ketakwaan individu akan terus terjadi selama sistem demokrasi sekuler kapitalistik diterapkan. Ketika negara meninggalkan agama (Islam) sebagai pijakan untuk mengatur rakyatnya, maka derita dan musibah akan terus menimpa negeri ini.
Baca Juga: Mekanisme Islam Berantas TPPO
Islam Menyejahterakan Umat
Setelah menelaah berbagai penyebab yang melatarbelakangi kasus TPPO, tentu muncul kebutuhan untuk menghadirkan solusi yang tidak sebatas tambal sulam, tapi menyentuh akar sistemis. Tak cukup hanya mengutuk atau menghukum satu dua pelaku, masalah ini butuh solusi ideologis yang mampu meluruskan cara pandang, aturan, dan sistem kehidupan. Solusi tersebut adalah Islam.
Dalam mekanismenya, Islam telah memberikan serangkaian langkah untuk menghentikan TPPO.
Pertama, pemimpin dalam sistem Islam akan membuka seluas-luasnya lapangan kerja untuk rakyatnya yang laki-laki, sudah balig, berakal, dan mampu secara fisik. Perempuan tidak wajib bekerja dan rakyat tidak harus keluar negeri untuk menjadi tenaga kerja yang murah dan jauh dari perlindungan. Semua ini dilakukan oleh khalifah karena prinsip sistem politik Islam mendudukkan penguasa sebagai pengurus dan penanggung jawab rakyatnya sehingga tidak boleh lepas tangan.
Kedua, negara wajib menerapkan sistem sanksi yang menjerakan sehingga pelaku tidak berani melakukan atau mengulangi perbuatannya.
Dengan sistem militer yang kuat, Islam akan menghukum warga negara asing yang menjadi pelaku sindikat TPPO internasional. Begitupun dalam kasus TPPO yang berkedok prostitusi, negara juga akan menindak tegas pelaku serta korban yang terlibat dalam kasus perzinaan. Untuk korban, maka akan diberikan pembinaan dan pendidikan sebagai bekal untuk keterampilan dan keahlian saat berbisnis halal di masyarakat.
Ketiga, dengan sistem ekonomi Islam, negara akan menyejahterakan seluruh kebutuhan dasar rakyatnya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah dan berkualitas. Negara tidak boleh memungut pajak dan menyerahkan kekayaan alam milik umat kepada segelintir orang atau swasta. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi saw., “Imam itu laksana gembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya yang digembalakannya.” (https://muslimahnews.net)
Demikianlah, beberapa mekanisme Islam dalam menghentikan kasus TPPO. Sistem demokrasi kapitalisme yang berasaskan sekularisme telah terbukti menghasilkan berbagai kerusakan dan kesengsaraan. Mau sampai kapan kita hidup dalam sistem ini? Mari ambil bagian untuk berperan menyadarkan umat bahwa solusi Islam adalah solusi yang terbaik untuk kesejahteraan hidup kita.
Allah taala berfirman, “Dan ini adalah kitab Al-Qur’an yang kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah, dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al-An’am ayat 155).
Wallahu ‘alam bis shawab. []
Penulis: Hanifah Tarisa B, S.Ag
(Aktivis Muslimah)