Ketika Hutan Jadi Korban Pendidikan Kapitalistik

Ketika Hutan Jadi Korban Pendidikan Kapitalistik

Catatan.coKetika Hutan Jadi Korban Pendidikan Kapitalistik. Apa jadinya jika hutan pendidikan lebih mudah ditembus alat berat ketimbang akal sehat birokrasi? Universitas Mulawarman tak sedang membangun tambang, tetapi realitasnya justru ditambang.

Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) pada tahun 2020 lalu, hutan konservasi Unmul (Universitas Mulawarman) diharapkan menjadi ruang riset, pendidikan, dan penyangga ekosistem Samarinda. Namun, harapan itu tinggal ilusi. Kini kawasan tersebut menjadi korban tambang ilegal yang masif dan nyaris tak tersentuh hukum.

Data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat, kawasan ini telah tiga kali menjadi sasaran tambang ilegal yakni tahun 2009, 2021, dan kini terulang kembali pada 2025. Hingga 5 April 2025, lebih dari 3,26 hektare hutan terdapat kerusakan dan hancur digerus alat berat.

Windy Pranata dari JATAM Kaltim menduga kuat adanya keterlibatan perusahaan KSU, mengingat terdapat irisan wilayah antara area tambang dan konsesi perusahaan tersebut. Namun, seperti biasa mata rantai pelaku masih belum benar-benar disentuh. (https://regional.kompas.com/read/2025/04/22/154111178/perusakan-hutan-pendidikan-unmul-oleh-penambang-dianggap-tindakan-brutal, 22-04-2025)

Kerusakan ini bukan sekadar kehilangan pohon. Mahasiswa kehilangan ruang praktik. Kampus kehilangan fungsi ekologis. Meranti, ulin, dan bengkirai gagal tumbuh. Bahkan tanah dan air terancam tercemar, berpotensi mengulang bencana seperti Waduk Samboja. (https://www.kompas.id/artikel/hutan-pendidikan-unmul-ditambang-secara-ilegal-pohon-ulin-pun-ditumbangkan, 08-04-2025)

Padahal, sejak 2024 penyerobotan lahan telah lama terdeteksi bahkan sudah dilaporkan ke Gakkum Kehutanan. Tapi ironisnya, saat libur Lebaran 2025, pembukaan lahan malah makin brutal. Unmul hanya bisa melayangkan peringatan keras, sementara hukum masih tertidur. (https://lestari.kompas.com/read/2025/04/08/090000386/hutan-pendidikan-unmul-yang-diserobot-tambang-ilegal-jadi-habitat-satwa?page=all, 07-04-2025)

Kapitalisme Bernafsu Eksploitasi Hutan Pendidikan

Di balik kehancuran hutan, ada motif ekonomi yang sangat klasik, kapitalisme. Para pelaku menilai eksploitasi sumber daya alam lebih menguntungkan ketimbang memikirkan dampak jangka panjang. Asal cuan mengalir, ekosistem pun tak lagi penting.

Tambang ilegal memang jalan pintas. Tak perlu repot urus izin, tak perlu bayar pajak, tak ada kewajiban reklamasi, dengan ongkos kecil, keuntungan bisa diraup besar. Sayangnya, yang dirusak bukan sekadar benda mati belaka, melainkan sistem hidup yang menopang hajat hidup manusia dan makhluk lainnya.

Lantas, siapa yang diuntungkan? Tentu segelintir elite pemilik modal dan jaringan kekuasaan. Tapi siapa yang dirugikan? Tentu saja masyarakat lokal, ekosistem, dan generasi yang kehilangan hutan untuk masa depan mereka.

Dari sisi ekonomi, rakyat kecil dirugikan dua kali. Pertama, karena tak menikmati keuntungan. Kedua, karena harus menanggung dampaknya seperti banjir, kekeringan, gagal panen, hingga penyakit akibat pencemaran.

Akar Masalah: Hukum Tumpul, Kepentingan Tajam

Masalah utamanya bukan hanya tambang ilegal, tetapi sistem yang membiarkannya tumbuh. Hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Gakkum datang setelah pelaku lari. Alat berat dibiarkan ditinggal begitu saja.

Kolusi dan konflik kepentingan menjadi pola lama yang terus berulang. Negara seolah tak berdaya menghadapi korporasi, atau justru menjadi bagian dari jejaring keuntungannya. Kebijakan yang seharusnya berpihak pada keberlanjutan justru tunduk pada kalkulasi jangka pendek.

Islam dan Kepemilikan Umum

Islam menawarkan cara pandang yang sangat berbeda. Dalam Islam, sumber daya alam seperti hutan, air, dan tambang merupakan milik umum (milkiyah ‘ammah), yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, sekalipun korporasi apalagi demi keuntungan pribadi.

Rasulullah saw. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”(HR. Abu Dawud).

Dari hadis di atas, Rasulullah menerangkan bahwa SDA strategis haruslah dikelola negara dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.

Allah juga mengingatkan bahwa manusia diangkat sebagai khalifah, bukan perusak. Dalam QS. Ar-Rum: 41 Allah berfirman:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Islam tak memandang alam sebagai komoditas, melainkan amanah. Eksploitasi semena-mena adalah bentuk pengkhianatan atas amanah tersebut. Maka, solusi sejati bukan hanya penindakan hukum, tapi perubahan sistemis menuju pengelolaan berbasis syariat, yang menolak liberalisasi dan menjunjung tinggi keadilan ekologis.

Saatnya Hutan Pendidikan Melawan Kapitalisme

Kasus KHDTK Unmul menunjukkan bahwa sistem pendidikan hari ini belum mampu melawan logika kapitalisme. Akan tetapi, malah menjadi korbannya, padahal pendidikan semestinya melahirkan kesadaran ekologis dan keberpihakan pada kehidupan.

Sudah saatnya kampus berbenah. Masyarakat dan umat Islam bersuara lebih lantang bahwa hutan bukan alat tukar, bahwa riset bukan dalih eksploitasi, bahwa bumi ini bukan milik korporasi, melainkan amanah dari Allah Swt. untuk dijaga bersama.

Wallahu a’lam bhisawab[]

Penulis. Ummu Fahri

(Pegiat Literasi dan Media)