Catatan.co, SAMARINDA– Lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Berdasarkan data SimfoniPPPA Tahun 2024, tercatat sebanyak 1.002 kasus terjadi di provinsi tersebut.
Menteri Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (PPPA) RI, Arifatul Choiri Fauzi,

“Kalau kita analisis, salah satu penyebab tingginya angka kekerasan adalah perubahan pola asuh dalam keluarga. Ada pengaruh besar dari penggunaan gadget—bukan hanya oleh anak, tapi juga orang tua,” ujar Arifatul dalam pertemuan bersama Gubernur Kaltim di Samarinda, Sabtu (10/5/2025).
Selain persoalan pola pengasuhan dan digitalisasi, ia juga menyoroti menurunnya partisipasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak. Ia menekankan pentingnya memperkuat ikatan sosial dan kepedulian kolektif, khususnya di tingkat desa.
“Kita ingin mengembalikan semangat gotong royong. Ketika ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, itu bukan masalah individu, tapi masalah kita bersama,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen mendukung program-program pemerintah pusat dalam memberdayakan perempuan dan melindungi anak. Ia mengakui, tantangan besar masih dihadapi, mulai dari keterbatasan akses layanan hingga implementasi kebijakan di daerah.
“Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah fondasi utama membangun masyarakat yang adil dan berkelanjutan. Kami akan terus berupaya meski dihadapkan pada berbagai tantangan,” tegas Rudy.
Pemerintah pusat dan daerah sepakat bahwa peran keluarga dan masyarakat adalah kunci. Untuk itu, KemenPPPA akan mendorong pendekatan berbasis komunitas dan edukasi digital kepada orang tua sebagai upaya jangka panjang mengatasi kekerasan berbasis gender di Indonesia.(DSH)