catatan.co – Maraknya PHK di Tengah Kesulitan Hidup. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai terasa kuat pada tahun ini. Mulai dari akibat efisiensi anggaran negara senilai Rp308 triliun oleh pemerintah pusat dan daerah, hingga anjloknya pendapatan pabrik-pabrik besar tanah air. Sebagaimana yang terjadi pada beberapa industri padat karya di Jawa Barat yang menutup operasinya alias tutup seperti PT Sanken Indonesia, PT Yamaha Music Product Asia, PT Tokai Kagu, PT Danbi Internasional, dan PT Bapintri. Belum lagi yang terbaru ada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex Group yang harus melakukan PHK terhadap 12.000 karyawan karena tidak mampu beroperasi lagi (kompas.id 03/03/2025).
(https://www.kompas.id/artikel/imbas-phk-dan-efisiensi-anggaran-ekonomi-awal-tahun-bisa-melambat)
Meskipun belakangan muncul kabar bahwa PT Sritex bersiap untuk beroperasi kembali dengan investor baru yang akan mengambil alih aset. Namun, ini tidak menjamin hilangnya ancaman maraknya PHK massal. Apalagi, Sritex merupakan perusahaan industri tekstil terbesar di Asia Tenggara.
(https://money.kompas.com/read/2025/02/28/141400926/perjalanan-kelam-sritex–pailit-hingga-phk-10.965-karyawan?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Mobile)
Maraknya PHK
Indonesia sendiri diprediksi akan masuk kategori darurat PHK akibat terus berlanjutnya marak PHK di mana-mana. Belum lagi harga bahan-bahan pokok yang mengalami kenaikan selama bulan Ramadan, tentu akan memicu merosotnya perekonomian dalam negeri. Paling parah adalah meningkatnya angka kriminalitas sebab sulitnya mencari pekerjaan. Hal ini akan mengancam kesejahteraan hidup masyarakat yang sebelumnya sudah sulit menjadi lebih sulit lagi.
Respon pemerintah atas maraknya PHK masal ini adalah dengan hak pesangon. Yakni, jaminan pemberian 60% gaji selama 6 bulan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan batas upah 5 juta. Sayangnya, hal ini tidak menjamin mudahnya mencari pekerjaan baru yang layak karena adanya syarat batasan usia dan lainnya. Selain itu, bantuan ini juga tidak menyelesaikan persoalan secara tuntas karena keberlangsungan hidup tidak hanya berjalan selama 6 bulan.
Dampak Sistem Kapitalisme
Inilah fakta anjloknya perekonomian negara yang menerapkan sistem kapitalisme hingga detik ini. Pada dasarnya motivasi dalam ekonomi kapitalisme adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan berbagai cara. Tidak peduli meskipun cara yang diambil akan mengorbankan sebagian atau banyak orang, termasuk para pemilik perusahaan-perusahaan besar yang lebih mengutamakan keselamatan usaha industrinya dibandingkan para buruh kerja.
Baca Juga: Pemangkasan Anggaran Rakyat
Posisi pemimpin juga tidak lebih sebagai fasilitator ataupun regulator semata. Hal inilah yang menyebabkan mereka lepas tanggung jawab dalam hal menjamin terpenuhinya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Prioritas utama bukanlah rakyat melainkan para pengusaha atau pemilik modal besar yang memiliki kepentingan. Akibatnya, para buruhlah yang pertama kali akan merasakan kerugian dari kebijakan yang telah disesuaikan. Seperti kebijakan sistem penggajian UMR dan outsourcing.
Adanya swastanisasi SDA ternyata juga tidak menjamin terpenuhinya lapangan kerja dan kesejahteraan warga sekitarnya. Karena para pekerja yang diangkat kebanyakan berasal dari tenaga asing. Inilah yang menjadi akar permasalahannya, yakni ketika penyedia lapangan kerja yang idealnya diatur oleh negara justru diserahkan kepada swasta maupun individu.
Solusi Islam
Hal ini sangat jauh berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam. Islam menjadikan negara sebagai pengurus rakyat secara penuh, termasuk dalam hal ini adalah memfasilitasi dan menjamin tersedianya banyak lapangan kerja. Karena kepentingan umat menjadi prioritas utama penguasa.
Posisi pemimpin negara adalah amanah yang tidak main-main pertanggungjawabannya kelak. Pemimpinlah yang bertugas memastikan rakyatnya telah terpenuhi kebutuhan pokoknya dengan mekanisme yang sesuai syariat.
Dalam sistem ekonomi Islam diatur terkait kepemilikan harta, yaitu ada kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan kejelasan status kepemilikan harta, negara mampu mengelola harta milik umum untuk kepentingan rakyat. Islam melarang menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta.
Dengan adanya penerapan sistem Islam, rakyat akan terjamin kesejahteraan dan kemudahan dalam mencari pekerjaan. Tentunya setelah negara mendorong individu, terutama para pengemban nafkah (laki-laki) untuk bekerja.
Semua ini akan mampu terwujud jika Islam diterapkan secara paripurna dalam seluruh aspek kehidupan dengan tegaknya sistem kepemimpinan Islam. Seorang penguasa di dalam Islam ibarat perisai, tempat orang-orang berlindung di belakangnya dari kezaliman. Ia memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka, mengayomi dan menegakkan sistem kehidupan yang adil sesuai dengan syariat Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahua’lam bishawab. []
Penulis. Siti Nur Aisyah (Mahasiswi)