Menyikapi Kedatangan Presiden Prancis ke Indonesia

Menyikapi Kedatangan Presiden Prancis ke Indonesia

Catatan.co – Menyikapi Kedatangan Presiden Prancis ke Indonesia. Sebagai sebuah negara berkembang, tentu merasa senang jika mendapatkan kunjungan dari negara maju. Sebagaimana yang dialami Indonesia, tampak ada harapan besar terhadap kedatangan Prancis bagi kemajuan Indonesia. Kunjungan tiga hari Presiden Prancis tersebut dalam rangka melakukan kerja sama, terdapat 27 nota kesepahaman diteken antara pemerintah, lembaga, dan dunia usaha Indonesia-Prancis, dengan nilai komitmen mencapai US$11 miliar.

https://www.tempo.co/politik/fakta-seputar-kunjungan-presiden-prancis-di-indonesia-1593505

Saat ini Indonesia sedang berusaha mempercepat pertumbuhan ekonomi hingga 8% untuk mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045 mendatang. Pantaslah jika kerja sama Prancis-Indonesia ini menjadi sebuah harapan untuk suksesnya visi tersebut. Namun, benarkah demikian yang akan terjadi?

Akankah Indonesia diuntungkan?

Melihat poin-poin kesepakatan yang dibuat antara kedua negara, terlihat Prancis lebih diuntungkan baik secara politik, ekonomi, militer maupun budaya. Walaupun dikatakan kerja sama atau kemitraan strategis, tetapi kita ketahui secara politis sesungguhnya posisi Indonesia dengan Prancis tidak setara.

Prancis merupakan salah satu negara adidaya di dunia meski tidak menempati posisi pertama sebagaimana Amerika Serikat. Sebagai negara adidaya yang mengemban ideologi kapitalisme, langkah politik luar negeri Prancis memiliki karakter imperialis. Oleh karenanya, setiap kebijakan politik luar negerinya tidak akan keluar dari visi penjajahan. Hal ini tampak dari langkah politiknya pascaperang dunia.

Di sisi lain, Indonesia merupakan sebuah negara berkembang, sebuah negara yang posisinya di belakang negara-negara adidaya. Negara berkembang sangat dipengaruhi oleh negara-negara besar, baik terkait keputusan-keputusan politik, militer, maupun ekonominya.

Di bidang politik, Prancis telah berhasil membuat Pemerintahan Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia berani mewacanakan kemungkinan normalisasi hubungan dengan Zionis Israel serta menguatkan solusi dua negara. Tampak di hadapan Macron saat itu, Presiden Prabowo mengatakan siap mengakui “Negara Israel” jika Israel mau mengakui kemerdekaan Palestina.

Pada bidang ekonomi, Prancis tengah menyasar sektor-sektor strategis dan menancapkan pengaruhnya atas nama investasi dan bantuan pembangunan. Prancis sepertinya tengah berusaha untuk menjadi kekuatan penyeimbang Tiongkok dalam berbagai megaproyek di Asia Tenggara khususnya dalam konteks Belt and Road Initiative (BRI). Prancis juga memahami betul bahwa sektor keuangan Indonesia sedang tidak baik-baik saja akibat berbagai kebijakan populis pemerintah yang menyedot anggaran super besar.

Sedangkan di bidang kebudayaan, Prancis pun tampak menang. Prancis berhasil menutup citranya sebagai negara yang selama ini mendukung islamofobia. Masih tajam di ingatan kita adanya penistaan agama oleh majalah Charlie Hebdo yang menayangkan gambar karikatur Nabi Muhammad. Muslim Indonesia juga tengah dibuat lupa bahwa Prancis merupakan negara imperialis pendukung Zionis yang hari ini melakukan pembantaian sistematis warga muslim Palestina. Sungguh kita tengah dibuat lupa bahwa sikap seorang muslim adalah keras kepada mereka yang memerangi agama.

Sikap Seorang Muslim

Islam sebagai sebuah ideologi memang tidak dijadikan sebagai landasan bernegara. Sehingga wajar jika Indonesia mudah sekali masuk dalam perangkap negara-negara besar untuk mempermudah penjajahannya. Selama negeri ini tegak atas paham batil sekularisme liberalisme dan menegakkan sistem kapitalisme, maka negeri ini akan terus berada pada posisi terbelakang. Negeri ini akan senantiasa menjadi objek eksploitasi negara-negara besar kapitalis. Pemimpin negeri ini akan mudah dibodohi hanya dengan iming-iming investasi dan bantuan, serta hanya sekadar dijadikan sebagai negara pengekor jauh dari kemuliaan.

Mulia dengan Islam

Negara akan mendapatkan kemuliaannya ketika menerapkan ideologi Islam sebagai landasan bernegara. Hal ini sebagaimana yang pernah dialami oleh kaum muslimin di bawah sistem pemerintahan Islam. Negara Islam merupakan satu kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru alam.

Negara Islam telah berhasil menyatukan seluruh kaum muslimin di bawah persatuan hakiki yakni ukhuwah islamiyah. Dengan penerapan syariat Islam kaffah, negara Islam mampu menyejahterakan rakyatnya. Tercatat dalam sejarah bahwa belasan abad peradaban Islam mampu menjadi mercusuar dunia. Negara Islam tampil sebagai negara kuat, mandiri, berdaulat, bukan negara terjajah. Ia bahkan menjadi negara adidaya pertama yang ditakuti lawan dan disegani kawan. Negara Islam akan terdepan membela umat Islam yang diperangi karena agama, yaitu dengan mengerahkan tentara dan senjata hingga kemuliaan kembali ke tangan umat Islam.

Negara ini adalah sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw. sehingga menjalankannya merupakan kewajiban. Sebagai seorang muslim hendaknya menjadikan konsep negara Islam sebagai landasan bernegara.

Wallahu’alam bi Showab. []

Penulis. Adinda Khoirunnisa’  (Aktivis Muslimah)