Catatan.co – Pelecehan Seksual Mengintai, Kehormatan Tergadai. Kasus pelecehan seksual kembali terjadi. Hal itu dilakukan seorang dokter residen dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) berinisial PAP, 31 tahun. Dia ditahan Polda Jawa Barat atas dugaan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Unggulan Nasional (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung.
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rohmawan menyatakan, terungkapnya kasus dugaan tindak pidana pelecehan dan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di RSHS ini berawal dari laporan korban ke Polda Jawa Barat. Adapun modus pelaku meminta korban yang merupakan keluarga pasien di RSHS Bandung untuk melakukan transfusi darah untuk sang ayah yang sedang dirawat. Korban diminta pelaku untuk naik ke lantai 7 Gedung MCHC RSHS Bandung.
Tersangka kemudian memberikan suntikan beberapa kali ke tangan korban serta memasukkan cairan ke infusan korban hingga korban tidak sadarkan diri. Kemudian tersangka melancarkan aksi bejatnya.
(https://www.tempo.co/hukum/kronologi-terungkapnya-dugaan-pemerkosaan-oleh-dokter-ppds-unpad-1229454)
Sekularisme Akar Pelecehan
Sungguh, terjadinya kasus pelecehan sedemikian rupa menjadi momok yang sangat menakutkan. Bagaimana tidak, seorang perempuan kini tak memiliki rasa aman di mana pun ia berada.
Adanya pemikiran asing liberalisme dan sekularisme makin menyuburkan kasus pelecehan seksual hingga mengoyak rasa aman. Hal ini menunjukkan bahwa dunia saat ini dikuasai oleh sistem kapitalisme dengan akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dalam kehidupan. Sehingga menjadikan liberalisme atau kebebasan bertingkah laku dalam kehidupannya.
Maka, hal yang wajar apabila kasus pelecehan seksual terjadi di mana-mana. Di sisi lain, lemahnya akidah dan kepribadian juga menjadi faktor penyebab terjadinya kasus tersebut. Ditambah hukum syarak tidak dijadikan sebagai asas dan tolok ukur untuk berpikir dan berbuat sehingga tidak ada rasa takut kepada Allah ketika melakukan aktivitas tersebut.
Alhasil, akidah menjadi rusak dan pikiran menjadi kotor. Padahal, baik buruknya perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban serta akan menuai ganjaran berupa pahala atau dosa.
Masifnya budaya liberal di masyarakat begitu sulit dibendung. Seperti tayangan-tayangan di media (iklan, film, infotainment, dan sebagainya) makin vulgar hingga masyarakat menjadi terbiasa mengonsumsinya tanpa ada batasan. Tak heran jika hal ini banyak dicontoh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya, tidak ada pengontrolan dan kendali dari negara untuk memfilter hal tersebut sehingga semua kalangan bisa mengaksesnya dengan bebas.
Solusi Islam
Dalam Islam, negara wajib memberikan edukasi dan pencegahan untuk melakukan penanaman akidah dan syakhsiyah Islam terhadap masyarakat, sehingga mereka memiliki rasa takut dan terikat dengan aturan Allah. Mereka memahami bahwa segala bentuk perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Dengan adanya hal yang demikian maka akan terciptalah masyarakat yang saling melakukan amar makruf nahi munkar, saling melindungi dan peduli. Bukan menjadi masyarakat yang individualis seperti kondisi saat ini.
Negara akan membatasi dan mengatur media yang diakses bebas oleh masyarakat melalui undang-undang. Misalnya, terkait tayangan yang menyuguhkan pornografi atau pornoaksi serta situs-situs yang mendatangkan kemaksiatan. Negara akan memblokir situs-situs atau media tersebut dan bagi media yang melanggar akan diberikan sanksi tegas.
Selain itu, syariat Islam akan memberikan hukuman takzir berupa cambuk yang jumlahnya ditentukan oleh khalifah dengan tujuan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah manusia lainnya melakukan kejahatan yang sama. Akan tetapi, hukuman ini tidak bisa dilaksanakan tanpa institusi yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan.
Sebab hukum yang diterapkan merupakan aturan yang datang dari Allah Sang Pencipta Yang Maha Pengatur. Maka, hanya Islamlah satu-satunya harapan untuk menyelesaikan semua masalah, termasuk pelecehan seksual.
Wallahu a’lam bishawab. []
Penulis: Vivi Novribe (Aktivis Dakwah)