Catatan.co, TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) menegaskan bahwa tujuh desa baru yang tengah diusulkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tidak akan tumpang tindih dengan wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Penegasan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar, Sunggono, dalam Rapat Paripurna ke-10 DPRD Kukar, Rabu (18/6).
Pernyataan ini sekaligus menjawab sorotan dan masukan dari sejumlah fraksi di DPRD Kukar yang menyoroti potensi sengketa wilayah, mengingat Kukar berbatasan langsung dengan kawasan strategis nasional IKN.
“Wilayah tujuh desa baru yang diusulkan tidak termasuk dalam area IKN. Peraturan Bupati (Perbup) yang menjadi dasar pembentukan desa persiapan sudah menetapkan batas-batas wilayah secara jelas dan lengkap, termasuk peta wilayahnya,” tegas Sunggono di hadapan forum dewan.
Meski telah memastikan tidak ada konflik wilayah administratif, Sunggono menegaskan bahwa Pemkab Kukar tetap membuka ruang konsultasi lebih lanjut dengan Otorita IKN (OIKN) maupun kementerian teknis terkait.
“Catatan dan masukan dari DPRD tetap menjadi perhatian kami. Karena itu, konsultasi dengan OIKN akan kami lakukan untuk memastikan tidak ada celah konflik di kemudian hari, baik dari segi batas wilayah maupun tata kelola,” tambahnya.
Menanggapi catatan lain dari fraksi DPRD yang menyangkut keberadaan masyarakat adat, Sunggono menjelaskan bahwa tujuh desa yang diusulkan adalah desa administratif, bukan desa adat. Namun demikian, Pemkab tetap menjamin pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di wilayah tersebut.
“Meski bukan desa adat, setiap pemerintahan desa tetap wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk yang mengatur pengakuan dan perlindungan masyarakat adat,” jelasnya.
Sunggono menekankan bahwa setiap proses pembentukan desa harus dijalankan secara matang, baik dari sisi teknis, administratif, maupun yuridis. Ia memastikan bahwa semua catatan dari DPRD akan menjadi bahan penting dalam pembahasan lanjutan di tingkat eksekutif.
“Kita ingin pembentukan desa ini tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga kuat secara legitimasi, tidak menimbulkan persoalan ke depan, dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” pungkasnya. (adv)