Search
Close this search box.

Aneh! Islam Kaffah Dijegal, Sekularisme Kapitalisme Dibiarkan

Aneh! Islam Kaffah Dijegal, Sekularisme Kapitalisme Dibiarkan

Catatan.coAneh! Islam Kaffah Dijegal, Sekularisme Kapitalisme Dibiarkan. Penjegalan narasi Islam Kaffah semakin masif. Setelah pengarahan dan penerapan program moderasi beragama di setiap lembaga pendidikan, bahkan Moderasi Beragama masuk dalan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah tetap tidak tinggal diam demi menghalangi tersebarnya pemahaman Islam Kaffah di kalangan generasi.

Salah satu upaya pemerintah kali ini, adalah menggelar Sosialisasi dan Konferensi Pers terkait pencegahan paham terorisme, radikalisme, dan intoleransi di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Ahlus Suffah Balikpapan oleh Bidhumas Polda Kalimantan Timur.

Kegiatan yang berlangsung pada Rabu (12/2/2025) pukul 09.00-11.00 WITA ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada para santri mengenai bahaya penyebaran paham-paham yang menyimpang serta pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban.

Pada kegiatan ini, Tim dari Bidhumas Polda Kaltim menyampaikan, kita mesti waspada terhadap paham radikalisme dan intoleransi, serta menolak segala bentuk provokasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Berikutnya, disampaikan kita juga harus menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan pondok pesantren, mencegah tindakan bullying antar santri, menanamkan sikap saling menghargai dan menghormati, meningkatkan sinergi antara kepolisian dan tokoh agama dalam menjaga kondusivitas daerah, terutama dalam menangkal pengaruh paham menyimpang dan mengajak santri untuk menjadi agen perdamaian, dengan menyebarkan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan di tengah masyarakat.

Direktur Pondok Pesantrem Ahlus Suffah, Ustadz H. Hamudi S.H., mengapresiasi kegiatan ini serta menegaskan bahwa Ponpes Ahlus Suffah berkomitmen untuk menjaga lingkungan pendidikan yang bebas dari pengaruh radikalisme.

Sedangkan, Kabid Humas Polda Kaltim mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pencegahan kepolisian dalam menangkal penyebaran paham-paham menyimpang yang berpotensi merusak generasi muda. “Kami berharap para santri bisa menjadi duta perdamaian yang mampu menyebarkan semangat toleransi dan kebhinekaan di lingkungan mereka masing-masing,” ujarnya.

Polda Kaltim akan terus melakukan sosialisasi serupa di berbagai wilayah guna memperkuat ketahanan masyarakat terhadap ancaman radikalisme dan intoleransi.

https://tribratanews.kaltim.polri.go.id/2025/02/polda-kaltim-gelar-sosialisasi-dan-konferensi-pers-pencegahan-paham-radikalisme-di-ponpes-ahlus-suffah-balikpapan/amp/

Aneh?

Sungguh aneh melihat fenomena penjenggalan Islam yang masif dilakukan sebagai perwujudan upaya deradikalisasi. Umat harus tahu bahwa upaya-upaya di atas berikut moderasi beragama, sejatinya merupakan strategi untuk menjauhkan umat Islam dari agama Islam yang kaffah.

Narasi Islam politik sengaja dilabeli radikal padahal makna radikal sendiri bermakna positif. Menurut KBBI, radikal adalah menyeluruh, amat keras menuntut perubahan dan maju dalam berpikir dan bertindak. Jika radikal dikaitkan dengan Islam, maka akan muncul istilah baru yaitu radikalisme yang maknanya menjadi negatif, yaitu paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara kekerasan.

Pertanyaannya, kekerasan mana yang dimaksud?

Jika kekerasan yang dikhawatirkan oleh pemerintah adalah adanya peledakan bom di tempat ibadah umat agama lain, atau kekerasan lainnya, pertanyaan berikutnya apakah Islam mengajarkan tindakan tersebut? Jika jawabannya tidak, mengapa harus takut akan pemahaman Islam politik? Bukankah dalam QS Al-Baqarah ayat 208, umat Islam tidak hanya dituntut berislam di ranah individual semata, melainkan harus menyeluruh di seluruh aspek kehidupan? Lantas apa sebenarnya yang ditakutkan?

Bagai kaset kusut, narasi-narasi yang disampaikan terus berulang dan seakan menuduh simbol atau ajaran Islam yang dinilai diskriminatif, mengandung kekerasan dan intoleran. Cadar dituduh teroris, hafidz Qur’an dituduh radikal, dan pernyataan-pernyataan menghina lainnya. Mirisnya pernyataan-pernyataan provokatif tersebut kerap disampaikan oleh seseorang yang dipandang berpendidikan dan memiliki pengaruh di masyarakat.

Padahal, jika kita mau jeli berbagai permasalahan yang menimpa rakyat Indonesia hari ini mulai dari kerusakan akhlak generasi, PHK terjadi di mana-mana, pajak makin menjerat, utang luar negeri makin tinggi, angka kemiskinan terus meningkat, penguasaan SDAE oleh asing dan aseng semakin mencengkeram, korban pinjol dan judol makin banyak, bunuh diri, dan sederet masalah-masalah lainnya, sejatinya disebabkan oleh sistem kapitalisme dan politik demokrasi hari ini yang sekulerisme. Bukan disebabkan Islam dan ajarannya yang dituduh radikal itu.

Sistem kapitalis sekuler telah meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan sehingga negara bebas diatur oleh siapapun asalkan mempunyai modal (kapital) yang besar.

Standar kehidupan adalah materi dan manfaat semata menurut kepentingan masing-masing. Akibatnya seluruh kekayaan alam negara bebas dimiliki individu atau perusahaan swasta. Dampaknya, kekayaan hasil SDAE hanya berputar di kalangan pemilik modal sementara pemerintah tidak memiliki cukup modal untuk menyejahterakan rakyat.

Alhasil pajak dan utang menjadi penopang utama dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Kesenjangan semakin lebar dan tindak kriminal karena ekonomi semakin banyak.

Kalau negara sudah diatur sistem kapitalis sekuler liberal ini maka rakyatnya pun juga mengidap virus sekuler dan liberal sehingga dalam beraktivitasm mereka lebih mementingkan kepentingan duniawi dan mengabaikan aturan agama. Semua dinilai atas dasar manfaat dan keuntungan. Minuman alkohol, pornografi, konser, dilegalkan karena membawa manfaat keuntungan yang besar sekalipun dilarang agama dan merusak akal masyarakat. Bahkan tak jarang agama justru dijauhi dan diangggap pengekang kebebasan mereka. Waliyadzubillah.

Alhasil, umat Islam mesti waspada akan narasi-narasi yang menggiring kepada islamophobia. Umat harus sadar bahwa Islam tidak mengajarkan tindakan terorisme atau radikalisme. Rasulullah saw., yang mulia, selalu mengajarkan dalam berdakwah adalah dengan mengubah pemikiran seseorang dan tidak dengan kekerasan. Moderasi beragama hanyalah kedok dari Barat untuk menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar dan agar Islam tidak bangkit memimpin peradaban. Barat tidak rela jika daerah jajahannya yaitu negeri-negeri Islam bersatu menjadi peradaban besar yang akan menggantikan peradaban kapitalisme yang rusak dan merusak.

Islam mewujudkan Perdamaian dan Kesejahteraan

Dalam menangkal pemahaman di luar Islam, keluarga memiliki peran penting. Karena keluarga adalah benteng utama dalam mendidik generasi agar cerdas dan bertakwa. Keluarga harus menanamkan akidah dan syariat Islam sebagai pijakan berfikir dan bertindak.

Dengan begitu, kepribadian Islam akan muncul dalam diri keluarga. Akidah merupakan pondasi dasar yang akan membentengi keluarga muslim dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Islam, termasuk pemikiran asing yang merusak akal generasi seperti sekularisme, liberalisme, feminisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Bukan malah rendah diri dalam mempelajari dan memperjuangkan Islam kaffah.

Akidah memiliki kekuatan untuk menumbuhkan rasa cinta yang tinggi hanya kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga keluarga muslim terdorong untuk taat dan menjadikan Rasulullah saw., sebagai teladan.

Keluarga juga harus mengajak seluruh anggota keluarga untuk mengkaji Islam sebagai cara pandang kehidupan. Bukan sekedar informasi. Mereka harus paham dan terikat dengan syariat Islam dengan mengkaji dan menghafal Al-Qur’an, atau mempelajari Islam melalui kitab-kitab para ulama salafus shalih sehingga ridho Allah menjadi standar dalam beraktivitas. Dengan begitu, tak perlu sosialisasi pencegahan terorisme yang hanya menghabiskan waktu dan dana.

Dengan demikian, syariah Islam yang berasal dari Allah yang Mahaadil, tentu akan mewujudkan kemaslahatan bagi semua manusia jika benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Ini karena asas politik Islam adalah aqidah Islam yang diorientasikan semata-mata untuk mengurus urusan umat baik Muslim maupun non muslim. Dengan syariah Islam, negara akan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Jauh dari sengsara dan kezaliman.

Alhasil, sudah semestinya umat Islam meninggalkan sistem politik demokrasi sekuler kapitalis dan bersegera kembali kepada politik Islam. Hanya dengan itulah, umat dan rakyat di negeri ini akan mendapat rahmat, karunia dan ridha Allah. Wallahu ‘alam bis shawab. []

Penulis. Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

Aktivis Muslimah