Hubungan Sedarah, Potret Pilu Rusaknya Benteng Keluarga

Hubungan Sedarah, Potret Pilu Rusaknya Benteng Keluarga

Catatan.co – Hubungan Sedarah, Potret Pilu Rusaknya Benteng Keluarga. Hubungan persaudaraan antara kakak dan adik sejatinya harus dipupuk dengan kasih sayang, dijaga kehormatannya, serta dilandasi rasa saling melindungi. Namun, nasihat bijak ini justru diabaikan oleh A, seorang kakak yang seharusnya menjadi pelindung bagi adik bungsunya. Ia malah merusak ikatan suci itu dengan perbuatan amoral.

Kasus memilukan ini tengah menjadi sorotan di Samarinda. Seorang remaja perempuan berusia 15 tahun, yang masih duduk di bangku SMA kelas 1, diketahui menjadi korban hubungan sedarah dengan kakak kandungnya yang berinisial A (21). Perbuatan terlarang ini kini telah ditangani oleh pihak berwenang, sementara korban mendapatkan pendampingan dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur.

https://kaltim.tribunnews.com/2025/08/07/kakak-di-samarinda-dilaporkan-lakukan-hubungan-sedarah-dengan-adik-kandung-trc-ppa-ambil-tindakan

Kasus Berulang

Hubungan sedarah atau inses bukanlah hal baru di negeri ini. Sebelumnya, pada tahun 2024, Polres Paser menangkap JA, pelaku persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang merupakan saudara kandung korban di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Tanah Grogot, setelah keluarga melapor pada 30 Juni 2024.

Aksi yang dilakukan berulang kali antara Juli-November 2023 saat orang tua korban tidak berada di rumah. Pemerkosaan disertai ancaman pembunuhan hingga mengakibatkan korban hamil hingga melahirkan seorang anak perempuan. Pelaku dibekuk di sebuah warung dekat Kantor Desa Rantau Panjang pada 2 Juli 2024 pukul 22.00 WITA, ia juga telah mengakui segala perbuatannya.

Maraknya kasus inses yang terkuak merupakan puncak fenomena gunung es. Kemungkinannya masih banyak kasus inses yang luput dari pemberitaan. Tentu kejadian ini menjadi penanda kondisi darurat dan bahaya yang sedang melanda keluarga kecil di negeri ini. Peran dan fungsi keluarga tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Permasalahan inses tidak boleh dianggap remeh, perlu penanganan serius. Jika tidak, akan menular dan merusak keluarga yang lainnya. Sumber:

Kasus Inses di Paser Kakak Hamili Adik Kandung hingga Melahirkan Bayi Perempuan

Sekularisme Liberal Merusak

Menjamurnya kasus inses bukan hadir begitu saja. Negara ini telah mengadopsi paradigma sekularisme yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan, dan liberalisme yaitu paham yang menganut kebebasan. Di mana kedua paham ini telah memberi ruang bagi pelaku dan kejahatan inses itu tumbuh subur.

Penganutnya telah melepaskan agama dari dirinya dalam mengatur segala aktivitas kehidupannya kecuali sebatas identitas (KTP). Di kehidupan sehari-hari, secara penampakan mereka seakan beragama seperti salat, puasa, mengucapkan salam, dan seterusnya. Namun, hanya sebatas aktivitas ritual, tetapi tidak menjadikan agama sebagai standar dan tolok ukur halal dan haram, benar-salah, baik dan buruk suatu perbuatan.

Baca Juga: Maraknya Kekerasan Seksual Anak 

Jika perbuatan itu menyenangkan dan mendatangkan kepuasan baginya, maka mereka akan melakukannya. Tidak peduli apakah perbuatan itu melanggar norma agama atau asusila, mereka menyalurkan hasrat seksual kepada siapa saja sesuka hatinya. Mereka tidak menerima nasihat dan larangan. Hal semacam ini bisa terjadi dari orang tua ke anak atau sebaliknya, dan dari kakak ke adiknya, dst. Nauzubillah.

Dampak Inses

Perilaku inses adalah kejahatan yang luar biasa mengerikan karena merusak tatanan keluarga. Perilaku inses tidak hanya melukai korban, tetapi juga meruntuhkan sendi-sendi kehidupan keluarga, mencoreng nama baik dan fitrahnya sebagai manusia. Perbuatan satu orang tetapi dapat menghancurkan keharmonisan, kehormatan, dan fungsi keluarga.

Lima fungsi keluarga yang hancur oleh hubungan sedarah, di antaranya:

Pertama, fungsi yang terganggu adalah fungsi reproduksi. Keluarga seharusnya menjadi pintu yang sah bagi pasangan untuk menyalurkan hubungan dan melahirkan keturunan. Namun, inses membuat fungsi ini berhenti. Nasab antara orang tua dan anak menjadi kabur, bahkan rusak.

Kedua, fungsi edukasi. Rumah tangga semestinya menjadi sekolah pertama bagi anak-anak, tempat mereka belajar menghormati, menghargai, menyayangi dengan kasih sayang yang tulus. Namun, inses telah meruntuhkan nilai itu. Hubungan berubah bukan karena cinta dan hormat, melainkan karena dorongan nafsu yang menyimpang.

Ketiga, fungsi perlindungan. Keluarga harusnya menjadi benteng perlindungan bagi anak dan semua anggotanya. Akan tetapi, dalam kasus inses, justru orang yang seharusnya melindungi berubah menjadi ancaman. Anak kehilangan rasa aman, bahkan merasa tak berdaya untuk mencari pertolongan.

Keempat, fungsi rekreatif. Suasana rumah yang semestinya hangat dan membahagiakan berubah menjadi mencekam. Keceriaan hilang, digantikan rasa takut dan trauma yang mendalam.

Kelima, fungsi religius. Keluarga semestinya menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, inses justru memutus hubungan itu, membuat anggota keluarga menjauh dari nilai dan pemahaman agama.

Inses, selain mencederai fisik korban, juga meninggalkan trauma yang mendalam dan kemungkinannya sulit untuk dipulihkan. (Muslimah News. https://share.google/VOJmYL7YS7llLSKnH)

Pengaruh Media

Perkembangan teknologi informasi yang tidak disertai kontrol moral telah membuka pintu lebar bagi peredaran konten pornografi di media sosial, situs daring, bahkan gim online. Dalam lingkungan tanpa regulasi ketat, pornografi menjadi mudah diakses, bahkan oleh anak dibawah umur hanya dalam hitungan detik.

Mirisnya, ketika seseorang terpapar pornografi sejak dini, maka dapat menyebabkan kerusakan otak dan kecanduan konten-konten porno yang mirip narkotika, menurunkan sensitivitas moral, berperilaku seksual menyimpang seperti inses, serta bisa memicu jadi pelaku pelecehan atau kekerasan seksual di masa mendatang.

Bahkan, Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan, telah mengingatkan terkait konten media sosial yang sulit dikendalikan hari ini. Ia berpendapat bahwa hal tersebut dapat mengancam kesehatan mental dan moral generasi muda. Semua harus menyadari bahwa pornografi merupakan bentuk radikalisasi hawa nafsu yang tak kalah mematikan dan merusak generasi dari dalam.

Peran Negara

Sejatinya, fenomena inses dan pornografi ini tidak akan tumbuh subur bilamana negara menjalankan perannya sebagai penjaga moral rakyat. Negara akan mengawasi dengan ketat regulasi penyiaran. Menutup akses semua konten pornografi di medsos, melarang peredaran minuman keras, narkoba, dan sejenisnya. Selain itu, negara akan menerapkan sanksi hudud dan takzir kepada pelaku zina.

Negara adalah institusi yang paling bertanggung jawab dalam menjaga rakyatnya dari kerusakan moral. Sebab dalam pandangan Islam, negara adalah pilar tertinggi dan pemimpin punya kekuasaan untuk memutus mata rantai segala bentuk kejahatan termasuk pelecehan dan kekerasan seksual.

Rasulullah saw. bersabda:

Sesungguhnya pemimpin itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.”

Dalil lainnya, pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad, Rasulullah saw. bersabda, ”Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.”

Pandangan Islam

Inses merupakan perbuatan dosa besar yang diharamkan. sebab menodai fitrah manusia. Allah Swt. telah menetapkan batas-batas yang jelas dalam perkara pergaulan, interaksi antara laki-laki dan perempuan sejak dini, serta mahram dan nonmahram.

Allah Swt. berfirman:

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32)

Zina yang terjadi dengan anggota keluarga dekat merupakan tindakan tercela yang dapat merusak harga diri individu serta martabat keluarga. Itulah sebabnya Rasulullah saw. tegas melarang keras perbuatan inses.

Islam tidak hanya memberi peringatan moral, tetapi juga mekanisme nyata untuk mencegah dan memberantas inses.

1. Penanaman akidah dan adab sejak dini. Anak dibekali dengan iman dan ketakwaan, diberikan ilmu-ilmu Islam, diajarkan batasan aurat, menjaga pandangan, tidak boleh tidur satu selimut, bagaimana cara berinteraksi mahram/nonmahram, serta bahaya zina dan sebagainya.

2. Menegakkan amar makruf nahi mungkar sebagai kontrol sosial masyarakat. Sesama anggota masyarakat memiliki kewajiban saling mengingatkan, mencegah, dan melaporkan setiap perilaku yang menyimpang.

3. Peran negara, menjalankan tugasnya dengan lugas dan tegas. Negara wajib menutup celah-celah kemaksiatan, menghapus konten pornografi dan budaya liberal dari media.

4. Membangun sistem ekonomi berbasis syariat. Kebijakan ekonomi yang diterapkan menjamin kebutuhan pokok rakyat sehingga orang tua dapat fokus mendidik anak tanpa beban harus disibukkan kesulitan mencari nafkah akibat kemiskinan yang memicu kelalaian.

Selain itu, negara berkewajiban menyediakan hunian layak untuk menghindari campur baur saat tidur antara anak dan orang dewasa yang bukan pasangan sah.

Ulama tersohor, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidham al-Ijtima’i fii al-Islam telah menjelaskan bahwa, “Islam telah membangun sistem sosial yang menjaga kemurnian hubungan laki-laki dan perempuan. Semua perintah dan larangan ini bukan sekadar nasihat, tetapi hukum yang wajib diterapkan oleh negara.

Khatimah

Kasus hubungan sedarah di Samarinda hanyalah satu dari sekian tragedi yang akan terus berulang bila umat terus bertahan dalam sistem sekuler yang menafikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Jalan keluarnya bukan sekadar memperbaiki individu atau keluarga secara terpisah, tetapi mengembalikan seluruh sendi-sendi kehidupan pada aturan Allah Swt.

Sistem pemerintahan yang berdasarkan hukum Allah adalah institusi yang memastikan keluarga terlindungi, kehormatan terjaga, dan membentuk generasi yang beriman dan bertakwa.

Hanya dengan sistem Islam, kita benar-benar dapat menutup pintu kejahatan seksual dan membuka jalan menuju masyarakat yang bersih, aman, dan bermartabat. Alhasil, kemaksiatan hubungan sedarah bisa diberantas dan umat pun terhindar dari kemurkaan Allah Swt.

Rasulullah saw. bersabda:

Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu selemah-lemahnya iman.”

(HR. Muslim)

Wallahualam bishawab. []

Penulis : Mimi Muthmainnah

(Pegiat Literasi)