Judi dan Narkoba, Musuh dalam Selimut Keharmonisan Keluarga

Judindan Narkoba, Musuh dalam Selimut Keharmonisan Keluarga

Catatan.coJudi dan Narkoba, Musuh dalam Selimut Keharmonisan Keluarga. Aksi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali terjadi di Samarinda. Kali ini, seorang bapak di kawasan Sempaja, Kecamatan Samarinda Utara, terekam sedang memukuli anaknya sendiri menggunakan gagang sapu hingga patah.

Peristiwa memilukan itu terjadi pada Senin (26-5-2025) dan sempat direkam sendiri oleh korban. Peristiwa ini menjadi perhatian Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim.

Tokoh Bicara

Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, mengatakan bahwa tindakan kekerasan pelaku bukan kali ini saja dilakukan. Sang istri, yang juga ibu korban, pernah mengalami perlakuan serupa. Pelaku sempat ditahan selama dua bulan. Namun, setelah dibebaskan istrinya kembali memaafkan. Sayangnya, kejadian serupa terulang dan kali ini korbannya adalah anaknya.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi akibat penyalahgunaan narkoba dan perjudian daring. TRC PPA Kaltim mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melaporkan tindak kekerasan demi melindungi perempuan dan anak dari bahaya berulang (https://www.sapos.co.id/headline/2456069536/tolak-ambil-uang-slot-anak-dipukuli )

Kejadian memilukan ini tidak bisa dipandang sebagai kasus terpisah semata, melainkan sebagai cerminan dari rusaknya fondasi keluarga akibat pengaruh buruk seperti narkoba dan perjudian.

Dari sini, muncul pertanyaan mendesak, mengapa bentuk-bentuk penyimpangan ini terus merajalela dan merusak tatanan rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak dan istri?

Ketika Judi dan Narkoba Menggantikan Pelukan Keluarga

Judi online dan narkoba tidak hanya merusak individu, tetapi juga menghancurkan tatanan keluarga yang semestinya menjadi tempat tumbuhnya cinta dan keamanan. Saat kepala keluarga terjerumus dalam kecanduan, mereka kerap kehilangan kendali atas emosi dan akal sehat.

Hal ini menyebabkan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), di mana istri dan anak-anak menjadi korban utama pelampiasan. Kecanduan terhadap judi dan narkoba menjauhkan pelaku dari tanggung jawab moral dan sosial sebagai suami serta ayah.

Ketika kebutuhan ekonomi terganggu akibat perjudian dan pengaruh zat adiktif menguasai pikiran, konflik dalam rumah tangga menjadi tak terhindarkan. Akibatnya, banyak keluarga hancur berantakan, tidak sedikit yang berujung pada perceraian, bahkan tragedi yang lebih mengerikan seperti penganiayaan berat atau pembunuhan.

Kapitalis Sekuler Akar Masalah

Maraknya judi dan narkoba di tengah masyarakat tak bisa dilepaskan dari pengaruh sistem kapitalis sekuler yang menempatkan kebebasan individu dan keuntungan materi sebagai tujuan utama.

Dalam sistem ini, segala hal diukur berdasarkan nilai ekonomi semata, sementara aspek moral dan spiritual cenderung diabaikan. Akibatnya, aktivitas merusak seperti perjudian dan penyalahgunaan narkoba tidak dicegah secara serius.

Bahkan, tak jarang justru didukung oleh segelintir pihak yang seharusnya menjadi penegak hukum—oknum aparat yang terbukti terlibat dalam jaringan narkoba atau melindungi praktik perjudian demi keuntungan pribadi.

Buruknya Sistem Ekonomi Kapitalis

Selain itu, sistem ekonomi kapitalis yang menciptakan ketimpangan sosial dan kemiskinan juga mendorong sebagian rakyat untuk terjerumus. Banyak masyarakat yang akhirnya nekat menjadi kurir narkoba atau berjudi karena terdesak kebutuhan ekonomi dan tak memiliki pilihan lain untuk bertahan hidup.

Dalam kondisi seperti ini, praktik kejahatan justru menjadi jalan pintas yang dianggap ‘menguntungkan’ bagi sebagian orang, karena sistem tidak memberikan solusi nyata atas problem kesejahteraan.

Lebih parah lagi, sistem sanksi yang lemah membuat para pelaku tidak merasa jera. Banyak kasus di mana pelaku kekerasan akibat pengaruh narkoba atau judi hanya dikenakan hukuman ringan atau bahkan kembali mengulangi perbuatannya setelah dibebaskan.

Ketika hukum lebih berpihak pada aspek administratif ketimbang keadilan substantif, maka tidak heran jika kejahatan dalam rumah tangga terus berulang dan menjadi ancaman nyata bagi kestabilan sosial.

Situasi ini menunjukkan bahwa penyelesaian masalah judi dan narkoba tidak cukup dengan pendekatan hukum formal semata. Diperlukan perubahan sistemis yang menyentuh akar ideologis dan budaya, dengan mengedepankan nilai-nilai moral, agama, serta ketegasan hukum yang memberikan efek jera.

Tanpa itu, masyarakat akan terus terjebak dalam lingkaran setan penyimpangan yang dilegalkan oleh sistem, sementara keluarga sebagai pilar utama bangsa terus menjadi korban.

Namun, meskipun perubahan sistemis telah menjadi kebutuhan mendesak, upaya perbaikan sering kali terhenti pada langkah-langkah permukaan, seperti kampanye kesadaran atau pelaporan kasus, tanpa menyentuh akar persoalan yang lebih dalam.

Berani Speak up

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk speak up dan melaporkan kasus kekerasan, termasuk KDRT dan kejahatan seksual, tentu patut diapresiasi. Namun, langkah ini saja tidak cukup untuk mencegah kasus serupa terjadi kembali.

Kenyataannya, pelaku sering kali kembali mengulangi perbuatannya karena tidak adanya perlindungan sistemis yang utuh bagi korban, serta lemahnya penegakan hukum yang tidak berpihak pada keadilan sejati.

Selama sistem kehidupan yang berjalan masih jauh dari nilai-nilai syariat, perempuan dan anak akan terus berada dalam bayang-bayang ancaman.

Kekerasan bisa terjadi di mana saja—di rumah, sekolah, tempat kerja, bahkan dalam ruang digital—dan oleh siapa saja, termasuk orang terdekat. Tanpa sistem yang mampu mencegah kejahatan sejak dari akarnya dan memberikan sanksi tegas berbasis hukum Ilahi, masyarakat akan terus hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian.

Oleh karena itu, perubahan yang dibutuhkan bukan sekadar reformasi hukum atau kampanye moral sesaat, melainkan transformasi menyeluruh menuju sistem hidup yang menjadikan syariat Islam sebagai pijakan.

Dalam sistem Islam, negara memiliki peran sentral dalam menjaga akidah, menutup jalan menuju maksiat, serta menerapkan sanksi yang adil dan menimbulkan efek jera. Dengan menjadikan Islam sebagai solusi sistemis, maka perlindungan terhadap keluarga, perempuan, dan anak bukan hanya janji, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan oleh seluruh umat.

Islam Sebagai Fondasi Utama Keluarga

Solusi mendasar untuk menyelamatkan keluarga dari kehancuran akibat judi, narkoba, dan kekerasan adalah membangun akidah Islam yang kokoh sebagai fondasi utama kehidupan keluarga.

Akidah yang benar akan membentuk pola pikir dan perilaku anggota keluarga agar senantiasa takut kepada Allah, sadar akan tanggung jawab masing-masing, serta menjalani kehidupan sesuai tuntunan syariat.

Dalam keluarga yang berlandaskan Islam, peran suami sebagai pemimpin, istri sebagai pendamping, dan anak sebagai amanah dijalankan dengan penuh kesadaran spiritual, bukan sekadar kewajiban sosial.

Keluarga yang memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh akan memiliki benteng kuat terhadap pengaruh negatif seperti narkoba dan perjudian. Nilai-nilai Islam seperti qana’ah (merasa cukup), sabar, dan amanah akan membentuk karakter individu yang tidak mudah tergoda oleh gaya hidup hedonis atau tekanan ekonomi.

Selain itu, suasana keluarga yang diliputi kasih sayang, saling menghormati, dan pengawasan moral berbasis iman akan meminimalkan potensi terjadinya kekerasan.

Maka, membina keluarga berdasarkan akidah Islam bukan hanya solusi jangka pendek, tetapi juga investasi jangka panjang dalam membangun masyarakat yang sehat, kuat, dan bermartabat.

Ketahanan Keluarga

Namun, ketahanan keluarga yang dibangun di atas akidah Islam tidak akan berdiri kokoh jika tidak didukung oleh lingkungan sosial dan sistem kehidupan yang sejalan. Di sinilah pentingnya penerapan sistem Islam secara menyeluruh yang menopang kehidupan individu, masyarakat, dan negara.

Sudah saatnya masyarakat dan negara beralih kepada sistem Islam yang tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga menyediakan tata kelola kehidupan yang menyeluruh, termasuk dalam bidang ekonomi. Sistem ekonomi Islam menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama, bukan keuntungan segelintir elite.

Peran Negara dalam Islam

Dalam Islam, negara memiliki peran aktif sebagai pengelola sumber daya alam dan pendistribusi kekayaan, bukan hanya sebagai pengawas pasif. Mekanisme ekonomi Islam menjamin kebutuhan pokok individu per individu, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan, melalui sistem distribusi yang adil dan tanpa riba.

Negara berkewajiban membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan melarang praktik ekonomi yang eksploitatif. Selain itu, zakat, infak, dan sedekah diatur sedemikian rupa agar kekayaan tidak hanya berputar di kalangan orang kaya saja, melainkan benar-benar menyentuh lapisan masyarakat bawah.

Dengan penerapan sistem ini, masyarakat tidak dibiarkan hidup dalam kemiskinan atau keterdesakan ekonomi yang memaksa mereka mencari jalan pintas melalui judi dan narkoba. Ketika kesejahteraan individu dijamin oleh negara, maka peluang terjerumus pada perbuatan haram pun akan jauh lebih kecil.

Negara dalam sistem Islam juga tidak bersifat netral terhadap maksiat, melainkan bertindak sebagai pelindung akidah dan penegak hukum syariat.

Negara akan menyediakan sistem pendidikan yang membentuk kepribadian islami, menciptakan lingkungan sosial yang bersih dari konten destruktif, dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seperti KDRT, narkoba, maupun perjudian.

Dukungan sistemis ini menciptakan atmosfer kehidupan yang penuh kedamaian dan ketertiban sehingga keluarga-keluarga muslim dapat tumbuh dalam suasana yang aman, harmonis, dan diridai Allah Swt.

Khatimah

Solusi penting lainnya adalah menjadikan Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya sebagai teladan utama dalam peran sebagai suami dan ayah dalam keluarga.

Rasulullah ﷺ dikenal sebagai pribadi yang penuh kasih, lembut terhadap istri dan anak-anaknya, serta jauh dari perilaku kasar. Beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi).

Teladan ini menunjukkan bahwa  tanggung jawab, dan kelembutan dalam keluarga adalah bagian dari kesempurnaan iman. Dengan meneladani Rasulullah ﷺ para kepala keluarga akan lebih mampu membangun rumah tangga yang sakinah dan terhindar dari kekerasan maupun penyimpangan moral.

Wallahu a’lam Bisshawaab.[]

Penulis. Jeli Murniati  (Aktivis Mahasiswa)