catatan.co – Rezeki Datang, Ini Penyebabnya dalam Al-Qur’an. Berikut 6 sebab datangnya rezeki yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Mudah-mudahan sebab-sebab tersebut bisa menginspirasi dan memotivasi diri untuk mengamalkan.
Hakikat Takwa
Takwa secara umum diberi definisi menjalankan perintah Allah Swt. serta menjauhi segala larangan-Nya. Seorang ulama bernama Syekh Atha’ bin Khalil menyatakan dalam kitab At-Taisir fi Ushul Al-Tafsir bahwa hakikat takwa itu adalah tiga perkara, yaitu takut pada Allah, taat pada Allah dan Rasul-Nya dan menyiapkan diri untuk hari akhirat.
Sebagaimana dikatakan oleh sebagian sahabat Nabi saw. takwa itu adalah
“الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والاستعداد ليوم الرحيل”
Takut oleh Allah yang Maha Agung, mengamalkan al-Qur’an dan mempersiapkan diri untuk hari akhirat.
Takwa Bisa Mendatangkan Rezeki?
Allah berfirman dalam surah At-Talaq ayat 2-3,
وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ ٢ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)
Juga dalam surah Al-A’raf ayat 96,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٦
“Jikalau penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96)
Takwa Membuka Pintu Rezeki?
1️.Takwa Menjaga Keberkahan Rezeki
Jika seseorang bertakwa, hartanya diberkahi, meskipun sedikit, tetap cukup. Sebaliknya, orang yang tidak bertakwa, meskipun kaya, bisa hidup dalam kegelisahan.
2️.Takwa Mengundang Pertolongan Allah
Orang yang bertakwa dibantu oleh Allah dalam urusan rezekinya. Banyak kisah orang yang awalnya miskin, tetapi setelah meningkatkan ketakwaan, Allah membukakan jalan rezekinya.
3️.Takwa Menghindarkan dari Rezeki yang Haram
Orang yang bertakwa tidak akan mencari rezeki dengan cara haram. Karena rezeki yang halal lebih berkah, maka Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
4️,Takwa Membuat Hati Tenang
Hati yang tenang adalah rezeki terbesar. Orang bertakwa selalu merasa cukup dengan apa yang ia miliki. Hidup tidak hanya soal uang, tetapi juga kesehatan, ketenangan, keluarga yang harmonis, dan ini semua adalah bentuk rezeki.
Tawakal
Tawakal berarti suatu sikap memasrahkan kepada Allah Swt. setelah berikhtiar dan berdoa dengan maksimal. Orang yang tawakal menyadari betul bahwa kebaikan dan keberuntungan hanya datang dari Allah Swt.
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ٣
“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.”
Tawakalnya burung adalah bentuk keimanan yang sangat indah dan bisa menjadi pelajaran bagi manusia. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda, “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki: ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, No. 2344, dihasankan oleh Al-Albani)
Aspek Utama Tawakal
Dari hadis ini, kita bisa memahami bahwa tawakalnya burung memiliki dua aspek utama:
Pertama, usaha (ikhtiar). Burung tidak hanya diam di sarangnya menunggu rezeki datang, tetapi ia terbang sejak pagi untuk mencari makan. Ini menunjukkan bahwa tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi harus disertai dengan kerja keras dan inisiatif.
Kedua, keyakinan penuh kepada Allah. Burung tidak pernah khawatir tentang makanannya esok hari. Ia selalu pergi dengan yakin bahwa Allah telah menyediakan rezekinya. Inilah bentuk tawakal sejati—melakukan usaha maksimal, tetapi tetap yakin bahwa hasilnya berada di tangan Allah.
Pelajaran dari tawakal burung ini sangat relevan bagi manusia. Kita harus berusaha sebaik mungkin dalam kehidupan, tetapi tidak perlu cemas berlebihan tentang hasilnya. Cukup percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik sesuai dengan ketentuan-Nya.
Salat Mendatangkan Rezeki
Sebab lainnya yang bisa mendatangkan rezeki yakni mengerjakan salat. Dalam surah Thaha ayat 132, Allah Swt. berfirman,
وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًاۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى ١٣٢
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.”
Salat bisa mendatangkan rezeki karena memiliki banyak manfaat, baik secara spiritual maupun praktis.
Berikut beberapa alasan mengapa salat dapat menjadi sebab datangnya rezeki:
Pertama, salat menjadi sebab bertambahnya keberkahan. Allah berjanji akan memberikan keberkahan bagi orang-orang yang bertakwa, dan salat adalah salah satu bentuk ketakwaan terbesar.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya. Dan Dia akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)
Orang yang menjaga salat dan bertakwa akan mendapatkan rezeki dari jalan yang tak terduga.
Kedua, salat menjadi sarana memohon kepada Allah. Salat adalah momen terbaik untuk berdoa dan meminta rezeki kepada Allah. Dalam sujud, seorang hamba berada dalam posisi paling dekat dengan Rabb-nya, sehingga doa lebih mudah dikabulkan. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim, No. 482)
Ketiga, salat membantu menghindari maksiat dan dosa. Dosa bisa menjadi penghalang rezeki. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba dicegah dari rezeki karena dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad, No. 22386)
Salat menjaga kita dari perbuatan dosa dan maksiat, sehingga rezeki yang semula terhalang bisa kembali terbuka.
Keempat, salat Subuh dan Dhuha berkaitan dengan rezeki. Salat Subuh: Rasulullah ﷺ bersabda,
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi mereka.” (HR. Abu Dawud, No. 2606)
Waktu Subuh adalah waktu yang penuh berkah. Jika seseorang menjaga salat Subuh dengan baik, insyaallah hari-harinya akan dipenuhi keberkahan dan kelancaran rezeki.
Salat Dhuha: Rasulullah ﷺ juga mengatakan bahwa salat Dhuha adalah sebab datangnya kecukupan rezeki:
“Di pagi hari, diharuskan bagi kalian bersedekah atas setiap persendian tubuh kalian. Cukuplah bagi kalian mengerjakan dua rakaat salat Dhuha.”(HR. Muslim, no. 720)
Salat Dhuha dikenal sebagai salat pembuka pintu rezeki.
Kelima, salat mengajarkan kedisiplinan dan produktivitas. Orang yang menjaga salatnya cenderung lebih disiplin dalam hidupnya, termasuk dalam bekerja dan mencari nafkah. Mereka memiliki pola hidup yang teratur dan lebih produktif, sehingga lebih mudah mendapatkan rezeki.
Istigfar
Perbanyaklah memohon ampun kepada Allah Swt. karena memperbanyak istigfar dapat mendatangkan rezeki dari Allah Swt.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًاۙ ١٠ يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًاۙ ١١ وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ ١٢
“Maka aku berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (QS. Nuh: 10-12)
Agar lebih paham mari kita membaca kisah Hasan Al-Basri, seorang ulama besar dari kalangan tabi’in, pernah memberikan nasihat yang sangat berharga terkait dengan surah Nuh ayat 10-12 tentang istigfar (memohon ampun kepada Allah) sebagai kunci rezeki dan keberkahan.
Kisah Hasan Al-Basri dan Surah Nuh
Suatu hari, sekelompok orang datang kepada Hasan Al-Basri dengan berbagai keluhan dan permasalahan hidup. Mereka mengadukan masalah yang berbeda-beda:
Seorang pria datang mengeluh tentang kemarau panjang yang menyebabkan tanahnya kering dan tidak subur. Orang lain mengadu bahwa dirinya miskin dan kekurangan rezeki. Seorang lainnya mengeluhkan bahwa ia belum juga dikaruniai anak. Ada juga yang mengadu bahwa kebunnya tidak subur dan tanamannya gagal panen.
Setiap orang yang datang dengan masalahnya, Hasan Al-Basri memberikan jawaban yang sama:
“Perbanyaklah istigfar (memohon ampun kepada Allah).”
Orang-orang yang mendengarnya merasa heran, mengapa jawaban untuk semua permasalahan mereka sama? Lalu, Hasan Al-Basri pun membacakan firman Allah dalam surah Nuh ayat 10-12,
“Maka aku (Nabi Nuh) berkata kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat kepadamu, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan mengalirkan sungai-sungai untukmu.” (QS. Nuh: 10-12)
Dari ayat ini, Hasan Al-Basri menjelaskan bahwa istigfar bukan hanya sebagai bentuk tobat, tetapi juga sebagai kunci datangnya rezeki, turunnya hujan, keberkahan dalam harta, keturunan, dan kehidupan yang lebih baik.
Infak
Infak berarti sedekah dalam bentuk harta. Tidak ada batasan jumlah untuk berinfak. Artinya, kita bisa berinfak sesuai dengan kemampuan kita, termasuk tidak ada batasan waktu untuk mengerjakannya. Maksudnya, kita bisa berinfak kapan saja.
Dalam surah Saba ayat 39, Allah Swt. berfirman,
قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُ لَهٗ ۗوَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهٗ ۚوَهُوَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ ٣٩
“Apa pun yang kalian infakkan, maka Allah akan menggantinya dan dia adalah sebaik-baik yang memberikan rezeki.”
Agar kita paham bagaimana dampak infak kepada orang yang melakukan, mari kita baca kisah unik tentang infak.
Ada sebuah kisah unik yang diceritakan oleh para ulama tentang keajaiban infak dan sedekah. Kisah ini terjadi pada seorang pedagang roti yang mengalami sebuah peristiwa luar biasa karena kebiasaannya bersedekah.
Di sebuah kota, hiduplah seorang pedagang roti yang terkenal dermawan. Setiap hari, ia selalu menyisihkan beberapa potong roti untuk dibagikan kepada fakir miskin. Salah satu penerima sedekahnya adalah seorang pengemis tua yang setiap hari datang ke tokonya untuk meminta roti.
Yang unik, setiap kali pedagang roti ini memberikan roti kepada pengemis, si pengemis selalu mengucapkan doa yang sama. “Semoga Allah membalas kebaikanmu dan semoga roti ini kembali kepadamu“. Pedagang roti itu awalnya hanya tersenyum mendengar doa tersebut. Ia tidak terlalu memikirkan arti dari doa itu.
Suatu hari, tanpa alasan yang jelas, pedagang roti ini difitnah dan ditangkap oleh penguasa setempat. Ia dituduh melakukan sebuah kejahatan yang tidak pernah ia lakukan. Karena hukum di kota itu sangat keras, ia pun dijatuhi hukuman mati.
Saat akan dieksekusi, tiba-tiba seorang menteri kerajaan datang dengan tergesa-gesa. Menteri ini meminta agar eksekusi ditunda. Rupanya, raja sedang sakit keras, dan menteri meminta agar pedagang roti itu dibawa ke istana.
Sesampainya di istana, pedagang roti heran mengapa ia dipanggil. Ternyata, raja sedang menderita penyakit yang aneh dan tak seorang tabib pun bisa menyembuhkannya.
Menteri kerajaan lalu berkata, “Raja kami memiliki seorang penasihat yang sangat dihormati, tetapi ia menghilang beberapa hari yang lalu. Sebelum menghilang, beliau berkata, ‘Jika aku tidak kembali, carilah seorang pedagang roti yang dermawan di kota ini. Mungkin ia bisa menjadi penyebab kesembuhan raja.”
Pedagang roti itu pun diminta untuk berdoa untuk kesembuhan raja. Dengan penuh keikhlasan, ia berdoa, dan tak lama kemudian, raja mulai menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Sebagai rasa syukur, raja tidak hanya membebaskan pedagang roti dari hukuman mati, tetapi juga memberinya banyak hadiah dan kekayaan.
Saat pulang ke rumah, pedagang roti teringat pada pengemis tua yang selalu mendoakannya. Ia pun mencari pengemis tersebut, tetapi ternyata pengemis itu telah meninggal dunia. Barulah ia menyadari makna dari doa pengemis itu.
“Semoga roti ini kembali kepadamu”. Ternyata, roti yang ia infakkan setiap hari kembali kepadanya dalam bentuk keselamatan dan rezeki yang berlimpah.
Berusaha Maksimal dan Tidak Malas
Poin ini pun tidak boleh sampai terlewat. Agar rezeki datang, maka berusahalah dengan maksimal dan jauhilah sifat malas.
Allah Swt. berfirman dalam surah Maryam ayat 25,
وَهُزِّيْٓ اِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسٰقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا ۖ ٢٥
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.”
Bekerja adalah bagian dari ibadah dan bentuk tanggung jawab manusia dalam mencari nafkah yang halal. Dalam sejarah Islam, banyak kisah sahabat dan tabi’in yang menunjukkan dampak dari rajin bekerja serta bahaya dari malas bekerja.
1. Kisah Abdurrahman bin Auf: Keberkahan dalam Kerja Keras
Ketika kaum Muhajirin hijrah ke Madinah, mereka meninggalkan harta dan usaha mereka di Makkah. Salah satu di antara mereka adalah Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat yang kaya raya di Makkah tetapi harus memulai dari nol di Madinah.
Ketika tiba di Madinah, sahabat Anshar bernama Sa’ad bin Rabi’ menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf. Namun, Abdurrahman dengan penuh keyakinan menolak dan hanya berkata, “Tunjukkan aku jalan ke pasar.”
Dengan semangat dan kerja kerasnya, ia mulai berdagang di pasar Madinah. Berkat kejujuran dan ketekunan, Abdurrahman bin Auf menjadi seorang saudagar sukses, bahkan termasuk 10 sahabat yang dijamin masuk surga.
2. Kisah Umar bin Khattab: Tidak Suka Pemalas
Suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab melihat sekelompok pemuda yang hanya duduk-duduk di masjid tanpa bekerja. Mereka berkata bahwa mereka bertawakal kepada Allah dan berharap rezeki datang tanpa usaha.
Umar pun marah dan berkata, “Janganlah salah seorang di antara kalian duduk-duduk saja dan meninggalkan usaha sambil berkata, ‘Ya Allah, berilah aku rezeki!’ Padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak!”
Beliau lalu menyuruh mereka keluar dari masjid dan bekerja. Umar sendiri, meskipun seorang khalifah, tetap rajin bekerja dan sering berpatroli untuk memastikan rakyatnya tidak kelaparan.
3. Kisah Imam Abu Hanifah: Ulama yang Tetap Bekerja
Imam Abu Hanifah, seorang ulama besar dalam Islam, adalah seorang pedagang kain yang sukses. Meskipun ilmunya sangat luas dan menjadi guru bagi banyak ulama lain, ia tidak meninggalkan pekerjaannya.
Ketika ditanya mengapa ia tetap berdagang meskipun sudah menjadi ulama besar, ia menjawab, “Agar aku tidak bergantung pada pemberian orang lain dan tetap bisa berinfak kepada yang membutuhkan.”
Wallahu a’lam bishawab.[]
Penulis: H. Maghfirudin S.Sos.I M.Pd Mubaligh/Pendidik