catatan.co – Tradisi Kenaikan Harga Saat Ramadan. Menjelang bulan suci Ramadan dan Lebaran, harga bahan pokok di beberapa pasar Samarinda naik secara signifikan. Berdasarkan data dari _regional.kompas_, harga cabai meningkat dari Rp70.000 menjadi Rp90.000 per kilogram, sementara bawang merah naik dari Rp32.000 menjadi Rp42.000 per kilogram.
Telur ayam juga mengalami kenaikan, dari Rp50.000 menjadi Rp60.000 per papan. Selain itu, harga beras juga melonjak cukup tajam. Harga beras 25 kilogram kini mencapai Rp480.000 per karung. [(Sumber)](https://regional.kompas.com/read/2025/02/25/164706978/jelang-ramadan-harga-bahan-pokok-di-pasar-samarinda-melonjak)
Jadi Tradisi
Di Indonesia, Ramadan selalu disertai dengan kenaikan harga pangan pokok. Fenomena ini terus berulang tiap tahunnya dan menjadi bagian dari tradisi. Kondisi tersebut tentu menyulitkan masyarakat serta mengganggu kekhusyukan ibadah. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini membuat harga menjadi tidak stabil.
Mengapa kenaikan harga pangan menjelang Ramadan terus terjadi? Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menjelaskan bahwa meningkatnya belanja masyarakat menjadi faktor utama. Dalam ekonomi kapitalisme, naiknya permintaan otomatis menyebabkan harga naik. Beberapa faktor lain yang menyebabkan lonjakan harga adalah hukum permintaan dan penawaran, praktik penimbunan barang, gangguan pasokan, serta gaya hidup konsumtif masyarakat.
Menjaga Ketersediaan Pasokan
Penimbunan barang kerap dilakukan oleh pelaku pasar demi keuntungan. Masyarakat dipandang sebagai target pasar tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. Peran negara dalam hal ini hanya sebatas regulator, bukan pengendali yang aktif melayani kebutuhan rakyat.
Seharusnya, pemerintah mengambil langkah antisipatif agar harga tetap stabil dan bahan pokok mudah didapatkan. Namun, upaya tersebut masih belum maksimal, sehingga kenaikan harga terus terjadi setiap tahun. Idealnya, negara memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam menjalankan ibadah Ramadan. Sayangnya, sidak pasar dan operasi pasar murah belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Berulangnya fenomena ini menunjukkan kegagalan dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan pasokan yang mencukupi.
Islam Mengatasi Kenaikan Harga
Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pelayan rakyat dan wajib mengurus kebutuhan umat. Negara bertindak tegas terhadap praktik-praktik yang merugikan masyarakat dan menyelesaikan masalah secara menyeluruh.
Islam menempatkan pangan sebagai kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban jika rakyatnya mengalami kelaparan. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab dalam mengatur produksi dan distribusi pangan agar tetap terjangkau.
Negara memastikan ketersediaan pangan dengan mendorong peningkatan produksi dan inovasi dalam penyediaannya. Upaya produksi pangan secara mandiri dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Islam juga menegakkan aturan yang melarang praktik penimbunan, monopoli, dan penipuan di pasar.
Pemerintah harus menyediakan informasi ekonomi yang transparan agar pelaku pasar tidak menyalahgunakan situasi untuk kepentingan pribadi. Dengan sistem Islam, stabilitas harga dapat dijaga dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin.
Pemimpin dalam sistem Islam akan menciptakan lingkungan ekonomi sesuai dengan syariat. Pendidikan berbasis akidah juga diberikan agar masyarakat memiliki pemahaman yang benar tentang ibadah Ramadan, termasuk dalam pola konsumsi.
Dengan penerapan Islam secara menyeluruh, kenaikan harga bahan pokok menjelang Ramadan dapat diantisipasi dengan baik. Hanya sistem Islam yang mampu mengelola kesejahteraan rakyat secara adil, karena aturan yang diterapkan berasal dari Allah Taala.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Penulis: Emirza Erbayanthi, M.Pd
Pemerhati Sosial