catatan.co – Para janda di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mendapatkan kabar gembira bahwa tahun depan (2025), Dinas Sosial (Dissos) Kabupaten PPU akan memberikan bantuan modal usaha kepada wanita rawan sosial ini (janda). Masing-masing penerima berhak memperoleh bantuan senilai 3 juta rupiah. Saidin, Kepala Dissos PPU menyampaikan bantuan ini diperuntukkan bagi perempuan berusia 18-59 tahun yang belum menikah atau menjanda, serta mempunyai keterbatasan ekonomi.
Harapannya, bantuan ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi bagi kelompok masyarakat yang rentan. “Bantuan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan usaha kecil, seperti berjualan sayur, gorengan, dan lain-lain,” kata Kepala Dissos PPU, Saidin, Sabtu (28/12/2024). Saidin menyebutkan, jumlah wanita rawan sosial yang mendapatkan bantuan modal usaha itu sebanyak 125 orang yang tersebar pada empat kecamatan di PPU. Di antaranya, Kecamatan Babulu, Waru, Penajam, dan Sepaku. Total bantuan yang diberikan Dissos PPU melalui APBD PPU 2025 senilai Rp375 juta.
Para janda pun menyambut gembira kabar tersebut. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan seorang perempuan yang berstatus single parent, “Semoga nama saya termasuk yang mendapatkan bantuan. Sebagai seorang janda dengan tanggungan anak, bantuan itu nantinya sangat berarti bagi saya. Saya berencana menggunakan uang ini untuk membeli peralatan yang dibutuhkan untuk usaha kecil saya. Semoga dengan usaha yang lebih baik, saya bisa memberikan kehidupan lebih layak bagi anak-anak saya.”
Sedangkan, beberapa janda yang tinggal di kecamatan lain di PPU juga menyambut gembira kabar ini. Mereka menyatakan terima kasih kepada pemerintah atas perhatiannya kepada mereka. Para janda itu berharap bantuan modal usaha itu akan dipergunakan untuk membuka warung kecil-kecilan di depan rumah dan bisa menjadi sumber penghasilan tetap bagi keluarga mereka.
(https://www.prokal.co/kalimantan-timur/1775472759/mantap-janda-di-kabupaten-ini-bakal-dimodali-usaha-dapatnya-segini)
Menggembirakan atau Menyengsarakan?
Adanya kabar pemberian bantuan modal usaha bagi janda, sejatinya perlu dicermati apakah bantuan tersebut diberikan secara cuma-cuma atau malah utang? Jika pun diberikan cuma-cuma, bantuan tersebut belumlah dikatakan cukup karena pemberian modal usaha hanya sekadar solusi pragmatis yang tidak menyentuh akar permasalahan kemiskinan di masyarakat. Apalagi, jika bantuan tersebut adalah utang, tentu makin menyusahkan rakyat.
Sesungguhnya akar permasalahan kemiskinan serta minimnya kesejahteraan bagi janda disebabkan oleh sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan negara hari ini. Sistem ini memandang setiap manusia termasuk perempuan hanyalah faktor produksi yang harus diperas tenaga dan tubuhnya. Sistem kapitalisme yang berlandaskan sekularisme memandang peran perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga adalah peran yang sia-sia, jika tidak dibarengi dengan memberikan kontribusi secara materiil kepada negara.
Begitupun kemiskinan dan ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan ekonominya, sejatinya disebabkan negara yang abai terhadap kebutuhan rakyatnya. Bukan karena perempuan yang tidak bekerja. Sementara itu, lapangan kerja untuk laki-laki makin sempit dan sumber daya alam yang jumlahnya melimpah di negeri ini, justru dikuasai oleh pihak swasta dan asing. Jika tak percaya, lihatlah industri smelter nikel yang berada di Morowali, Provinsi Sulawesi Selatan yang dikuasai oleh perusahaan Cina. Tenaga Kerja Asing (TKA) Cina begitu banyak ditemui di sana, sementara tenaga kerja lokal banyak yang tersisihkan. Alhasil, keuntungan dari hasil pengelolaan SDA yang harusnya untuk kesejahteraan rakyat, justru mengalir ke kantong perusahaan swasta dan asing.
Inilah gambaran menyedihkan yang bisa kita rasakan. Rakyat di negeri ini bagaikan ayam mati di lumbung padi. Melimpahnya kekayaan alam tak berefek apa pun kepada rakyat. ujung-ujungnya, mereka bagaikan sapi perah yang harus berjuang di tengah kerasnya kehidupan hari ini. Penghasilan mereka seadanya, sedangkan kebutuhan makin banyak dan mahal.
Sedih rasanya melihat keadaan rakyat yang seharusnya sejahtera dengan kekayaan alamnya, justru sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk berjualan di pinggir jalan atau hanya sekadar menjadi ojol. Tidak bermaksud meremehkan pekerjaan pedagang ataupun ojol, hanya saja banyaknya profesi tersebut makin menandakan bahwa negara tampak tak pernah serius menyejahterakan rakyatnya sendiri. Rakyat dianggap beban, subsidi dicabut, pajak dinaikkan, bantuan tidak merata, pendidikan dan kesehatan mahal, perempuan tak ada harganya, dan SDAE diberikan cuma-cuma kepada asing atas nama investasi.
Wahai umat, keadaan inikah yang kita inginkan? Lantas, bagaimana solusi untuk keluar dari karut-marut masalah yang melingkupi negeri ini? Bisakah para janda mendapatkan kesejahteraannya tanpa menurunkan kemuliaannya sebagai seorang ibu?
Islam Memuliakan Janda
Dalam Islam, janda memiliki kedudukan yang mulia karena statusnya sebagai seorang ibu. Status kemuliaannya tidak akan hilang sekalipun ia ditinggal suaminya dalam keadaan cerai atau meninggal. Jika dalam sistem kapitalisme sekuler perempuan dipaksa berdaya demi menaikkan taraf ekonomi negara, dalam sistem Islam, boleh hukumnya ketika perempuan bekerja, dengan catatan pekerjaannya tidak melalaikan perannya sebagai ibu, istri dan anak. Perempuan juga boleh bekerja selama pekerjaannya membawa kemaslahatan bagi umat seperti menjadi dokter, guru, perawat, dan sebagainya.
Intinya pekerjaan tersebut tidak melanggar syariat dan tidak bersinggungan dengan kekuasaan. Selain itu, Islam mewajibkan laki-laki bekerja untuk memenuhi nafkah keluarganya. Jika ayah, suami, atau walinya tidak bisa menafkahi perempuan, maka peran tersebut diambil alih oleh negara yang dananya diambil dari baitulmal. Dalilnya adalah sabda Nabi saw., “Cukuplah dianggap berdosa seseorang yang tidak memberi nafkah orang yang berada dalam tanggungannya.” (HR. Muslim dan Ibnu Hibban)
Hadis ini menjelaskan tentang kewajiban seseorang menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya. Jika ada laki-laki yang bertindak kasar kepada perempuan atau keluarganya dan tidak mau menafkahi keluarganya, maka negara akan bertindak tegas kepada laki-laki tersebut. Adapun jika perempuan tersebut tidak ada suami, wali, dan kerabat, maka tanggungan tersebut diserahkan kepada negara berdasarkan sabda Nabi saw., “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dengan itu, negara akan memaksimalkan seluruh potensi kekayaan alam di suatu negeri untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara akan membuka lapangan pekerjaan yang luas untuk laki-laki, menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Pemimpin dalam sistem Islam (khalifah) akan benar-benar memastikan seluruh rakyat terpenuhi kebutuhannya individu per individu.
Betapa sejahtera dan mulianya hidup perempuan ketika Islam diterapkan dalam naungan negara Khilafah. Ini karena watak politik Islam adalah mengurusi umat, bukan seperti politik demokrasi yang hukum-hukumnya penuh manipulatif, kepentingan masing-masing, dan menghinakan perempuan. Wahai perempuan, tidak inginkah kehormatanmu dimuliakan dengan aturan Islam? Sudah saatnya kita pelajari Islam secara menyeluruh dan mendakwahkannya kepada umat Islam.
Allah Taala berfirman:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia hasilkan dengan hujan itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (TQS. Al-Baqarah: 2)
Wallahu ‘alam bishawab. []