Catatan.co – Kapitalisme Gagal Sediakan Lapangan Kerja, Islam Solusinya. Di tengah gemerlap modernisasi dan kemajuan teknologi, ada satu ironi besar yang tak bisa diabaikan banyak orang yang semakin sulit mencari pekerjaan, bahkan sekadar untuk bertahan hidup.
Job Market Fair yang baru-baru ini diselenggarakan di Samarinda menjadi cermin nyata betapa masyarakat sangat berharap pada peluang kerja, mulai dari fresh graduate hingga ibu rumah tangga. Mereka hadir dengan setumpuk harapan, tetapi banyak yang pulang dengan tangan hampa.
https://kaltim.tribunnews.com/2025/06/29/fresh-graduate-hingga-irt-di-samarinda-berharap-perbanyak-lowongan-kerja-yang-minim-pengalaman#goog_rewarded
Fakta yang Tak Bisa Disangkal
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur Februari 2025 mencatat bahwa hanya 53,08% pekerja berada di sektor formal, sedangkan 46,92% lainnya bekerja secara informal tanpa jaminan, tanpa kepastian. Mayoritas dari mereka hanya lulusan SMA (28,39%), dan lulusan perguruan tinggi masih sedikit diserap oleh pasar kerja (diploma 3,84% dan sarjana 13,67%).
Sementara itu, sektor pertambangan tetap mendominasi lapangan kerja, tetapi sektor lain yang berpotensi memberdayakan rakyat, seperti pertanian dan industri kreatif, justru sepi peminat dan kurang didukung.
Ironisnya, pemerintah justru sibuk menyesuaikan kurikulum pendidikan demi memenuhi kebutuhan pasar, bukan untuk membangun kemandirian rakyat. Negara lebih terlihat sebagai makelar antara lembaga pendidikan dan dunia industri, bukan sebagai pelindung bagi rakyat. Bahkan program pelatihan kerja pun sering kali tidak menjamin lapangan kerja, hanya menjadi pelipur lara di tengah kegentingan ekonomi.
Permasalahan ini bukan sekadar soal teknis ekonomi, tetapi telah menyentuh akar sistemis. Sistem kapitalisme mendominasi dunia saat ini, telah gagal menjawab kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh termasuk negeri ini.
Kapitalisme Akar Masalah
Dalam pandangan kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator pasar, bukan pelayan rakyat. Kepentingan investor lebih utama daripada nasib rakyat sendiri.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam menjelaskan bahwa,
“Sistem kapitalisme telah membebaskan negara dari tanggung jawabnya dalam menjamin kebutuhan rakyat, malah menyerahkan semuanya kepada mekanisme pasar yang pada dasarnya dikendalikan oleh segelintir pemilik modal.”
Akibatnya, masyarakat dibiarkan bersaing dalam kondisi yang tidak adil. Sumber daya, teknologi, bahkan manusia dijadikan komoditas. Teknologi berkembang bukan untuk meringankan beban rakyat, tetapi untuk memaksimalkan profit dan benefit. Mirisnya, di era otomatisasi dan digitalisasi ini justru angka pengangguran makin menjadi-jadi.
Baca Juga: korupsi-kian-menjadi-kegagalan-sistem-sekuler
Solusi Menyeluruh
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang bahwa negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, termasuk pekerjaan. Negara bukan sekadar pengatur lalu lintas ekonomi, tetapi pengurus dan pelayan umat.
Rasulullah saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pemelihara rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam Islam, pekerjaan adalah hak rakyat yang harus dijamin oleh negara. Jika seseorang mampu bekerja, tetapi belum mendapatkan pekerjaan, maka negara wajib menyediakan atau memudahkan mereka mencari pekerjaan.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani telah menegaskan,
“Negara dalam sistem Islam tidak akan membiarkan rakyatnya menganggur. Ia akan membuka akses terhadap sumber daya alam, menghidupkan tanah mati, memberikan modal bagi yang membutuhkan, dan menyediakan proyek-proyek yang menyerap tenaga kerja.” (Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam)
Beberapa langkah konkret dalam sistem Islam yang akan ditempuh untuk membuka lapangan kerja antara lain:
1. Pengelolaan langsung sumber daya alam oleh negara
Sumber daya seperti tambang, hutan, dan laut adalah milik umum. Negara akan mengelolanya dan hasilnya akan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Dari aspek ini, negara akan mampu membuka peluang kerja yang besar.
Sabda Rasulullah saw.,
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)
2. Pembangunan infrastruktur produktif, bukan proyek mercusuar
Negara akan membangun sektor pertanian, industri, dan teknologi secara merata yang berpihak pada kebutuhan rakyat. Bukan hanya sekadar proyek ambisius yang tidak memiliki kontribusi langsung untuk kesejahteraan rakyat.
3. Penerapan kebijakan fiskal berdasarkan syariat
Negara memiliki pemasukan dan pengeluaran tetap. Dengan adanya baitumal yang bersumber dari zakat, jizyah, kharaj, fai, dan ganimah negara akan mampu mendanai kebutuhan ekonominya. Selain itu, pemasukan dari pengelolaan SDA dan harta zakat akan digunakan secara maksimal sesuai dengan hukum syarak.
4. Tanpa pajak memberatkan rakyat
Negara Islam tidak akan memungut pajak pada rakyatnya. Jikalau ada keadaan khusus yang mengharuskan negara mengambil pajak dari rakyat, maka hanya rakyat yang terkategori aghniya’ saja yang akan ditarik pajak. Penarikan pajak akan dihentikan manakala kas negara sudah stabil. Dengan ditiadakan pajak umum, akan memungkinkan daya beli rakyat meningkat dan ekonomi rakyat akan stabil.
5. Teknologi diarahkan untuk kemaslahatan umat
Riset dan inovasi akan dibiayai negara, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umum, bukan monopoli korporasi.
Khatimah
Kita tidak bisa berharap banyak dari tambal sulam solusi dalam sistem kapitalisme yang cacat sejak lahir tersebut. Pelatihan tanpa jaminan kerja, bantuan tanpa kedaulatan ekonomi, atau investasi asing yang mengeksploitasi sumber daya hanyalah fatamorgana.
Solusi sejati hanya ada dan akan diperoleh dalam penerapan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam penerapan Islam secara kaffah.
Allah Swt. telah memperingatkan:
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit …” (QS. Thaha: 124)
Dan Allah pun menjanjikan:
“Jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi …” (QS. Al-A’raf: 96)
Kini, saatnya kita tak hanya mengkritik, tetapi juga berani mengambil sikap untuk memperjuangkannya. Mengganti sistem yang rusak dan merusak ini dengan sistem Islam demi menuju penghidupan yang sejahtera dan bahagia seperti yang Allah perintahkan.
Wallahu a’lam bish-shawab.[]
Penulis: Mimy Muthmainnah
(Pegiat Literasi)