Catatan.co, TENGGARONG – Semangat pelestarian budaya kembali menyala di jantung Kota Tenggarong, Senin (16/6). Festival Nasi Bekepor ke-6, yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), menjadi bukti bahwa tradisi bukan untuk dikenang semata, tetapi terus dihidupkan dan diwariskan lintas generasi.
Kegiatan yang berlangsung meriah di halaman kampus Unikarta ini mendapat dukungan penuh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar serta sambutan antusias masyarakat sekitar, mulai dari warga Kelurahan Bensamar hingga Desa Jembayan.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, tak menyembunyikan rasa bangganya terhadap konsistensi Unikarta dalam menjaga tradisi melalui festival tahunan ini.
“Festival Nasi Bekepor bukan sekadar perayaan kuliner, tapi juga sarana edukasi budaya yang efektif. Ini momentum luar biasa yang harus terus didukung dan dikembangkan,” ujar Puji.
Ia menyebutkan ke depan pihaknya akan mendorong partisipasi lebih luas, termasuk melibatkan pelajar dari berbagai jenjang serta komunitas ibu-ibu Dharma Wanita dari OPD di Kukar.
“Harapan kami, generasi muda tidak hanya tahu rasa Nasi Bekepor, tapi juga memahami nilai di baliknya. Ini bagian dari identitas kita sebagai masyarakat Kutai,” tambahnya.
Festival ini juga dirangkai dengan atraksi olahraga tradisional seperti menyumpit, gasing, dan ketapel—aktivitas yang semakin langka ditemui di era digital. Bagi Puji, ini bukan hanya permainan, tapi ekspresi budaya yang kaya filosofi dan kekompakan.
“Olahraga tradisional adalah bagian dari jati diri. Ia mengajarkan keterampilan, sportivitas, dan kebersamaan. Sudah semestinya kita hidupkan kembali di tengah masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Rektor Unikarta, Prof. Dr. Ir. Ince Raden, menyampaikan bahwa Festival Nasi Bekepor adalah buah dari sinergi antara dunia pendidikan, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat.
“Ini bukan seremoni biasa. Ini adalah upaya bersama untuk merawat kekayaan budaya Kutai, sekaligus media pembelajaran langsung bagi mahasiswa,” kata Prof. Ince.
Melibatkan Disdikbud, Dinas Pariwisata Kukar, PT MGRM, Perusda Kukar, serta mitra pendukung lainnya, festival ini juga dinilai berpotensi besar menjadi magnet wisata kuliner, jika dikemas secara modern tanpa kehilangan ruh tradisinya.
“Nasi Bekepor adalah simbol. Ia merepresentasikan nilai gotong royong dan kehangatan keluarga Kutai. Kalau dikembangkan secara profesional, bisa jadi ikon kuliner pariwisata daerah,” tambahnya.
Prof. Ince juga menekankan pentingnya menanamkan kecintaan terhadap budaya kepada generasi muda, terutama mahasiswa, sejak dini.
“Kampus bukan hanya tempat menimba ilmu, tapi juga ruang untuk menyerap nilai-nilai budaya. Dengan mengalami langsung proses budaya seperti ini, mereka lebih siap menjadi pelestari di masa depan,” tandasnya.
Festival Nasi Bekepor ke-6 menjadi bukti bahwa pelestarian budaya tak harus mewah, tapi harus konsisten dan kolaboratif. Melalui ajang ini, masyarakat dan generasi muda diajak bukan hanya untuk menikmati, tapi juga menjaga dan merayakan warisan leluhur.
“Kami berharap festival ini terus hidup, menjadi inspirasi, dan menciptakan semangat baru dalam menjaga kekayaan budaya Kutai,” tutup Prof. Ince. (adv)